Makalah Teknik Penanganan Risiko

Kita akan membahas tentang manajemen resiko. Kali ini kami akan berbagi makalah dengan judul Makalah Teknik Penanganan Risiko. Makalah ini memuat tentang teknik penanganan risiko di dalam perusahaan dan cara penanganan risiko di dalam perusahaan.

Makalah Teknik Penanganan Risiko

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kematian seorang insan tidak sanggup di prediksi atau diketahui oleh manusia, terkecuali Allah SWT lah yang lebih tahu kapan, di mana, siapa, mengapa, bagaimana, Dia akan mengambil nyawa insan sesuai kehendak-Nya. Kematian insan dan risiko ada persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu sebuah risiko yang juga tidak diketahui kapan, di mana, siapa, bagaimana, mengapa risiko itu terjadi.
Namun, ada perbedaannya yakni risiko sanggup prediksi, ditanggulangi, diatasi, dengan aneka macam metode dan teknik administrasi risiko, sedangkan kematian insan yaitu hanya Allah SWT yang lebih tahu. Dengan adanya teknik menangani risiko sanggup memudah manajer dalam memprediksi kemungkinan risiko yang akan terjadi di dalam peusahaan, sehingga tidak menimbulkan polemik berkepanjangan yang sanggup menimbulkan kekacauan di dalam perusahaan dalam perjuangan mencapai tujuan dan keuntungan yang diharapkan.
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan lebih terang mengenai teknik penanganan risiko di dalam perusahaan dengan metode kuantitatif.

B.     Rumusan Masalah
Dari pemaparan rumusan problem diatas, penulis sanggup menciptakan rumusan problem sebagai berikut.
1.      Apa saja teknik penanganan risiko di dalam perusahaan?
2.      Bagaimana cara penanganan risiko di dalam perusahaan?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendekatan Kualitatif
Metode analisis kualitatif (qualitative analysis method), yaitu  metode analisis risiko yang memakai tabulasi berdasarkan evaluasi deskriptif (tinggi, sedang atau rendah). Berikut ini beberapa teknik penanganan risiko dalam metode kualitatif.
            Pendekatan Dua Langkah
Sesudah manajer risiko mengidentifikasikan dan mengukur kerugian potensial, maka ia harus menyiapkan suatu daftar penutupan asuransi yang dirasa paling jitu menutup kerugian ini. Penutupan dalam daftar itu dibagi dalam 3 golongan utama atas dasar keparahan kerugian yang ditutupnya. Kemudian manajer risiko meninjau kembali kontrak asuransi dalam setiap golongan untuk tetapkan yang mana diantara kerugian-kerugian ini yang mungkin lebih memuaskan ditangani dengan cara-cara lain dari asuransi.[1]
            Pendaftaran Sementara
Dalam langkah pertama, manajer risiko harus tetapkan : pertama, kombinasi penutupan asuransi yang sanggup menunjukkan pinjaman terbaik terhadap risiko yang dihadapi perusahaan yang bersangkutan. Untuk penetapan ini pihak manajer risiko harus mengerti kontrak asuransi dan penetapan harga asuransi. Tujuannya adalahuntuk mengadakan pinjaman yang paling lengkap dengan biaya yang paling murah. Oleh lantaran itu tidak semua risiko bias diasuransikan maka dengan menciptakan daftar ini, manajer risiko akan lebih waspada bahwa  risiko menyerupai ini harus segera ditangani dengan cara lain bukan dengan asuransi.
Sesudah manajer risiko tetapkan kombinasi penutupan yang terbaik dan limit kebijaksanaan, maka ia membagi kontrak asuransi kedalam 3 golongan yaitu:
1.      Penutupan yang esensial (penutupan yang diwajibkan oleh undang-undang)
2.      Penutupan yang diinginkan
3.      Penutupan yang tersedia.
Membuat Daftar Yang Telah Diperbaiki
Setalah daftar sementara itu lengkap, mnajer risiko kemudian meninjau kontrak-kontrak dalam asing-masing golongan untuk tetapkan yang mana diantara kerugian ini yang mungkin sanggup ditangani lebih memuaskan dengan cara-cara lain. Sebagai rujukan kontrak-kontrak yang keluar dari golongan yang esensial mungkin mencakup pinjaman terhadap:
1.      Kerugian yang sanggup dipindahkan kepada pihak lain (bukan pihak asuransi) dengan biaya yang lebih murah dari premi asuransi.
2.      Kerugian yang sanggup dicegah atau dikurangi sedemikian rupa sehingga tidak lagi merupakan kerugian yang parah.
3.      Kerugian yang terjadi demikian seringnya sehingga kerugian itu sanggup diperkirakan dengan seksama. Dalam hal ini asuransi berdikari lebih menarik lantaran menghemat pengeluaran.[2]
B.     Pendekatan Kuantitatif
Metode analisis kuantitatif (quantitative analysis method), yaitu  metode analisis risiko yang memakai angka numerik untuk menyatakan dampak dan probabilitas.
Pemilihan metode yang akan digunakan untuk menangani risiko berdasarkan pendekatan ini dimulai dengan menciptakan sebuah tabel matrik "kerugian yang mungkin" yang menunjukkan aneka macam kemungkinan atau biaya yang harus dikeluarkan bagi setiap keputusan yang mungkin, dan bagi outcome yang mungkin. Kemudian harus dijelaskan secara persis atau sama tujuan yang hendak dicapai oleh pengambil keputusan yang bersangkutan.
Penerapan pendekatan ini sedikit terbatas, disebabkan oleh beberapa kendala sebagai berikut:
1.      Data yang diharapkan tidak ada atau tidak mencukupi
2.      Kemungkinan kurangnya pengalaman penggunaan cara ini.[3]
Walaupun adanya keterbatasan tersebut, pendekatan ini sangat bermanfaat dalam tetapkan sesuatu keputusan administrasi yang penting.
 Matrik Kerugian
Untuk menggambarkan konsep kerugian matrik kerugian anggaplah bahwa sebuah gedung yang dimilki oleh suatu perusahaan dihadapkan pada suatu kerugian lantaran kebakaran dan yang akan terjadi yaitu kerugian total atau sama sekali tidak ada kerugian. Selanjutnya anggaplah bahawa manajer risiko harus tetapkan antara 3 perangkat tindakan yaitu :
1.      Untuk menanggung risiko.
2.      Untuk menanggung risiko serta menambah beberapa perjuangan pengamanan sehingga mengurangi kans suatu kebakaran.
3.      Untuk membeli pinjaman asuransi.
Matrik kerugian di bawah ini menunjukkan kerugian bagi setiap keputusan dari ketiga kemungkinan tindakan dalam rujukan ini, Kerugian-kerugian itu jatuh ke dalam dua kategori :
1.      Kerugian secara kebetulan yang akan terjadi hanya kalau ada suatu kebakaran.
2.      Biaya yang akan timbul baik ada kebakaran maupun tidak ada kebakaran.

Kerugian secara kebetulan (accidental losses) ini sanggup dibagi lagi ke dalam:
1.      Yang sanggup diasuransikan.
2.      Yang tidak sanggup diasuransikan.[4]
Sebagai contoh, dianggap bahwa kontrak asuransi yang dipertimbangkan ini merupakan paket yang luas yang melindungi perusahaan yang bersangkutan terhadap sebagian besar kerugian kebetulan, menyerupai biaya mengganti bangunan, penggunaan gedung yang bersangkutan, biaya memindahkan puing-puing dan tanggung jawab terhadap orang lain, seandainya manajer tetapkan untuk menanggung sendiri risiko menyerupai itu, yang diperkirakan mencakup total Rp. 200.000.000.-
Jika perusahaan yang bersangkutan menanggung sendiri risiko dan kalau nanti suatu kebakaran terjadi, maka perusahaan itu juga akan menderita kerugian kebetulan, kerugian ini tidak akan ada bila perusahaan itu membeli asuransi. Kerugian ekstra ini merupakan salah satu jenis “kerugian kebetulan yang tidak diasuransikan”. Jenis lain kerugian yang tak diasuransikan merupakan kerugian-kerugian yang terjadi baik perusahaan yang bersangkutan menanggung sendiri risiko maupun membeli asuransi. Hanya jenis yang pertama sajalah yang dianggap akan terjadi dalam rujukan ini dan terbatas pada pertambahan biaya kredit. Pertambahan biaya kredit ini disebabkan oleh tekanan forum pemberi pinjaman, bila perusahaan ini akan menanggung kerugian kebakaran sebesar Rp. 200.000.000,-. Biaya pemanis kredit ini diperkirakan akan menjadi Rp. 12.000.000,-.
Untuk menyederhanakan penyajian konstruksi matrik kerugian ini, cadangan tidak diadakan lantaran dalam suatu kegiatan penanggungan sendiri sebagian kerugian dan biaya tidak akan timbul dengan segera. Kegagalan untuk mengetahui adanya oppurtunity cost dari pada asuransi, maka terlihat bahwa pembelian asuransi lebih menguntungkan. Untuk memperbaiki kekurangan tersebut, disarankan manajer risiko memakai nilai kini yang diharapkan baik untuk kerugian maupun untuk biaya.
Akan tetapi hal itu mengaggap bahwa manajer risiko tidak menilai jasa-jasa menyerupai asuransi, kalau perusahaan memikul risiko yang bersangkutan, tetapi tidak terjadi kebakaran. Maka perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian sama sekali.
Jika perusahaan tersebut menentukan memikul risiko ditambah dengan pealatan pengamanan yang baru, dan kalau memang terjadi kebakaran, maka imbas atas kerugian kebetulan yang sanggup diasuransikan maupun yang tidak sanggup diasuransikan tersebut tergantung sifat tindakan pengamanan tersebut. Dalam rujukan ini dianggap yang akan dikurangi hanya probabilitas kebakaran, bukan keparahannya. Akibat kerugian kebetulan yang sanggup diasuransikan maupun yang tidak sanggup diasuransikan tersebut dalam matrik terlihat sama besarnya, tetapi yang membedakannya yaitu biaya-biaya yang timbul dari pemanis pengamanan dianggap  Rp. 6000.000,- per tahun.
Jika perjuangan pengamanan dilakukan namun tidak terjadi kebakaran, maka kerugian yang timbul hanya berupa biaya perjuangan pengamanan itu.
Namun kalau perusahaan membeli asuransi dan ternyata kemudian terjadi kebakaran, maka premi sejumlah Rp. 10.000.000,- disubtitusikan bagi kerugian yang sanggup diasuransikan dan sanggup dikendalikan itu. Biasanya sebagian kerugian kebetulan yang tidak sanggup diasuransikan, sepperti berkurangnya kenyamanan atau kerugian penggunaan harta milik pribadi, akan tetap ada. Dalam rujukan ini kerugian kebetulan yang tidak sanggup diasuransikan yang diketahui hanya pertambahan biaya kredit yang tidak akan terjadi bila perusahaan yang bersangkutan membeli asuransi. Karena itu kerugian hanya berupa premi asuransi sebesar Rp. 10.000.000,-.
Jika asuransi dibeli dan tidak ada kebakaran terjadi, maka kerugian berupa premi asuransi Rp. 10.000.000,-.[5]
Keputusan
Outcome
Kebakaran
Tidak Ada Kebakaran
Menanggung Risiko
Kerugian yang sanggup diasuransiakan
Kerugian kebetulan yang tidak sanggup diasuransikan


Rp. 200.000.000,-



Rp.   12.000.000,-


-



-
Rp. 0,-
Menanggung risiko dan menambah peralatan pengamanan
Kerugian yang diasuransikan.
Kerugian yang tidak sanggup diasuransikan.
Biaya peralatan pengamanan.

Rp. 200.000.000,-


Rp.   12.000.000,-

Rp.     6.000.000,-
Rp. 218.000.000,-

-


-
Biaya peralatan pengamanan






Rp. 6.000.000,-
Rp. 6.000.000,-
Membeli asuransi
Premi asuransi per tahun

Rp.   10.000.000,-
Premi asuransi

Rp. 10.000.000,-
                                                            Tabel.1.1
            Pengaruh pajak terhadap Keputusan
Sampai pada titik ini, uraian-uraian mengabaikan imbas pajak. Rumusnya yaitu hasil pertambahan dari hasil Kerugian dikalikan dengan tarif pajak (%) dengan hasil biaya kredit yang dikalikan dengan tariff pajak (%) juga.
 Pada rujukan berikutnya dimisalkan tarif pajak rata-rata 50% x Rp. 200.000.000.- setelah pajak akan menjadi 50% x Rp. 200.000.000.- = Rp. 100.000.000.-, biaya kredit akan menjadi 50% x Rp. 12.000.000.- = Rp. 6.000.000.-. maka total kerugian setelah pajak yaitu Rp. 106.000.000.-
Keputusan
Outcome

Kebakaran
Tidak Terjadi Kebaran
Memikul risiko
Kerugian yang sanggup diasuransikan.
Kerugian kebetulan yang tidak sanggup diasuransikan.

Rp. 100.000.000,-

    Rp. 6.000.000,-
Rp. 106.000.000,-

-

-
-
Memikul risiko dengan menambah perjuangan pengamanan
Kerugian yang diasuransikan.
Kerugian yang tidak sanggup diasuransikan.
Biaya perjuangan pengamanan.

Rp. 100.000.000,-

    Rp. 6.000.000,-
    Rp. 3.000.000,-
Rp. 109.000.000,-
-



    Rp. 3.000.000,-
    Rp. 3.000.000,-
Membeli asuransi
Premi asuransi.
    Rp. 5.000.000,-
    Rp. 5.000.000,-
                                                            Tabel.1.2[6]
            Peninjauan Metode Kecemasan
Dengan metode kecemasan, manajer risiko menentukan keputusan yang dalam jangka waktu usang (long run) yang kan menghasilkan kerugian rata-rata per tahun yang paling rendah. Termasuk di dalam kerugian tersebut yaitu suatu nilai yang dibebankan untuk menanggung kecemasan lantaran dengan fluktuasi kerugian lebih dari tahun ke tahun.
Nilai ini sangat subyektif, tetapi bila kerugian-kerugian tersebut diharapkan akan menjadi tinggi dalam suatu tahun tertentu, sanggup menimbulkan maslah-maslah keuangan yang besar bagi perusahaan tersebut.[7]
            Pengaruh Kecemasan dalam Menetapkan Keputusan
Kecemasan wacana kemungkinan terjadinya kerugian, sebelumnya tidak diperhitungkan sebagai biaya. Memang sangat sukar sekali menterjemahkannya ke dalam nilai sejumlah uang tertentu, akan tetapi mengabaikan biaya ini akan menjurus kepada keputusan yang kurang tepat. Nilai kecemasan tentu saja merupakan faktor yang sangat subyektif. Nilai tergantung atas distribusi probabilitas dari pada :
1.      Ketidakpastian wacana apa yang akan terjadi berdasarkan perasaan langsung manajer risiko yang bersangkutan.
2.      Risiko-risiko lain yang dihadapi perusahaan yang bersangkutan.
3.      Tujuan administrasi risiko perusahaan yang bersangkutan.

Tujuan administrasi risiko akan mensugesti faktor kecemasan tersebut lantaran :
1.      Tujuan administrasi risiko menentukan seberapa besar pentingnya kecemasan itu seharusnya ditempatkan pada kerugian potensial.
2.      Tujuan administrasi risiko mencerminkan perilaku perusahaan yang bersangkutan terhadap risiko.
Kuatnya keinginan untuk mencapai kedamaian pikiran, atau bebas dari rasa cemas mencerminkan perilaku sesuatu perusahaan terhadap risiko.
Contoh kecemasan yang timbul lantaran keputusan menanggung sendiri risiko, contohnya dinilai Rp. 4.000.000.-, kerugian potensial yaitu Rp. 106.000.000.-. karna nilai kecemasan tersebut sama, baik pada Outcome kebakaran maupun pada outcome tidak terjadi kebakaran, maka Rp. 4.000.000.- mesti ditambahkan pada kedua outcome kebakaran dan tidak ada kebakaran. Kerugian total, termasuk nilai kecemasan.
Pada keputusan (2), nilai kecemasan berkurang menjadi Rp. 3.000.000.-, lantaran dengan anggapan kecemasan berkurang lantaran adanya pemanis pengamanan.
Akhirnya lantaran kerugian per tahun tidak berubah pada keputusan (3), maka nilai kecemasan pada keputusan membeli asuransi yaitu nol. Karena itu nilai kerugian bagi keputusan membeli asuransi yaitu sama dalam tabel 1.2 dan tabel 1.3.[8]
Keputusan
Outcome
                            Kebakaran
Tidak Terjadi
Kebakaran
Menaggung risiko
Kerugian yang sanggup diasuransikan.
Kerugian kebetulan yang tidak sanggup diasuransikan.
Kecemasan

Rp. 100.000.000.-


    Rp. 6.000.000.-
    Rp. 4.000.000.-
Rp. 110.000.000.-

-


-
        Rp. 4.000.000.-
        Rp. 4.000.000.-
Menanggung risiko perjuangan gres pengamanan
Kerugian yang tak sanggup diasuransikan.
Kerugian kebetulan yang tak sanggup diasuransikan.
Kecemasan.
Biaya ekstra keamanan.

Rp. 100.000.000.-


    Rp. 6.000.000.-
    Rp. 3.000.000,-
    Rp. 3.000.000,-
Rp. 112.000.000,-

-



         Rp. 3.000.000,-
         Rp. 3.000.000,-
         Rp. 6.000.000,-
Membeli asuransi
Premi asuransi
    Rp. 5.000.000,-
         Rp. 5.000.000,-
                                                            Tabel.1.3
            Obyektif dan Aturan Pengambilan Keputusan
Tidak mungkin untuk mempertimbangkan masing-masing obyektif yang mungkin yang akan dicapai manajer risiko dalam masalah ini, meskipun demikian beberapa obyektif yang umum kiranya sudah mencukupi untuk dibahas. Obyektif itu akan dibagi ke dalam kategori utama:
1.      Obyektif yang menganggap manejer risiko tidak sanggup memperkirakan probablitas kerugian kebakaran.
2.      Obyektif yang menganggap manejer risik sanggup memperkirakan probablitas kerugian tersebut.
1.      Jika probabilitas tidak sanggup diperkirakan
Ada dua obyektif yang akan dipertimbangkan yang termasuk kedalam kategori ini. Meminimumkan kerugian potensial yang maksimum selama periode yang bersangkutan (Minimax)
Manejer risiko dengan obyektif mengambil keputusan untuk melindungi perusahaan terhadap kerugian yang paling jelek yang mungkin terjadi yaitu dengan membeli asuransi. Meminimumkan kerugian potensial yang minimum selama periode yang bersangkutan (Minimin)
Dengan obyektif manejer risiko menginginkan kerugian yang paling rendah yang mungkin terjadi tanpa menentukan outcomenya. Kerugian paling kecil terjadi pada outcome “tidak terjadi kebakaran” dan terlihat bahwa kerugian paling kecil itu yaitu pada keputusan No. 1 yaitu menanggung sendiri risiko, maka manejer cendrung tidak membeli asuransi.
2.      Probabilitas sanggup diperkirakan
Tujuan yang bersifat minimax dan minmin sesungguhnya faedahnya hanya sedikit bagi manejer risiko. Dengan menganut obyektif tersebut, manejer yang minimixer cendrung memacu pada pembelian asuransi, sementara yang miniminer cendrung tidak membeli asuransi. Mereka telah mengabaikan informasi wacana distribusi probabilitas dari pada outcome.
Jika kita misalkan manejer risiko memperkirakan kans kerugian yaitu 3/100 tanpa sesuatu pemanis pengamanan dan kans 1/100 dengan pengusulan pemanis perjuangan pengamanan yang baru. Dengan pemanis informasi gres ini, maka timbul pula pemanis dua obyektif sebagai berikut:
a.       Meminimumkan kerugian yang berkenaan dengan out-come yang paling mungkin
Meskipun tidak terlalu berfaedah, obyektif ini memberi perigatan lantaran sebagian orang mungkin mempertimbangkannya layak. Jika manejer risiko percaya bahwa kebakaran “lebih mungkin” dari tidak terjadi kebakaran maka mereka seharusnya membeli asuransi, namun di kehidupan aktual masih ada yang menentang asuransi lantaran dalam masalah menyerupai ini kemungkinan kerugian lebih kebanyakan yang diasuransikan, kurang dari setengah, namun konsekuensinya sanggup drastis kalau kerugian terjadi.
b.      Meminimumkan kerugian-harapan selama periode kebijaksanaan itu.
Manajer risiko yang meminimumkan kerugian impian dalam jangka waktu yang panjang akan memiliki kerugian rata-rata yang terkecil.[9]
Dalam kasus, kerugian impian untuk masing-masing keputusan yaitu sebagai berikut:
1.      Menanggung risiko
3/100 (Rp. 110.000.-) + 97/100 (Rp. 4.000.-) = Rp. 7.180.-
2.      Menanggung risiko plus pemanis pengamanan
1/100 (Rp. 110.000.-) + 97/100 (Rp. 4.000.-) = Rp. 7.180.-
3.      Membeli asuransi
3/100 (Rp. 5.000.-) + 99/100 (Rp. 5.000.-) = Rp. 5.000.-
Dalam situasi ini manejer risiko sebaiknya membeli asuransi, lantaran keputusan ini dalam jangka waktu yang usang akan menghasilkan kerugian impian yang paling rendah, hanya kalau ia memperkirakan ditribusi probabilitas dan nilai kecemasan secara tepat.
            Mengapa Seseorang membeli Asuransi
Sebagaimana sudah dijelaskan dalam tetapkan premi, pihak asuransi akan membebankan biaya yang bersifat prospektif. Pertama, penanggung menghitung kerugian impian rata-rata dialami pihak tertanggung yang kualitas dan kuantitasnya sama. Kepada asumsi kerugian yang diharapkan itu penanggung menambah sejumlah beban untuk biaya operasi, keuntungan dan cadangan. Karena itu sebelum seseorang membeli asuransi, mereka harus memahami, bahwa mereka akan membayar jumlah premi yang lebih besar dari jumlah kerugian potensial yang mereka alami. Kenapa mereka mau membeli pinjaman asuransi walau mereka tahu biayanya lebih mahal.
Faktor yang mendorong orang membeli asuransi :
1.      Ingin membuang kecemasan tanggapan fluktuasi dalam kerugian kebetulan.
2.      Menanggung sendiri kerugian kebetulan yang sanggup diasuransikan mungkin akan menimbulkan kerugian kebetulan yang tak sanggup diasuransikan.
3.      Mungkin faktor pajak menimbulkan membeli asuransi lebih menguntungkan
4.      Perkiraan kerugian yang dihitung sendiri lebih besar dari asumsi pihak asuransi.
5.      Nilai service yang disediakan pihak asuransi, menyerupai inspeksi keselamatan, pembiasaan kerugian dan sebagainya.[10]

BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Metode analisis kualitatif (qualitative analysis method), yaitu  metode analisis risiko yang memakai tabulasi berdasarkan evaluasi deskriptif (tinggi, sedang atau rendah). Berikut ini beberapa teknik penanganan risiko dalam metode kualitatif.
1.      Pendekatan dua langkah
2.      Pendaftaran sementara
3.      Membuat daftar yang telah diperbaiki.
Metode analisis kuantitatif (quantitative analysis method), yaitu  metode analisis risiko yang memakai angka numerik untuk menyatakan dampak dan probabilitas. Berikut ini beberapa teknik penanganan risiko dalam metode kuantitatif.
1.      Matrik kerugian
2.      Metode kecemasan
B.     Penutup
Demikianlah makalah yang sanggup penulis susun, agar sanggup menambah wawasan khazanah keilmuan bagi kita. Penulis sadar makalah yang ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh lantaran itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami nantikan demi perbaikan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Darmawi, Herman, 2006, Manajemen risiko, Jakarta: Bumi Aksara.





[1] Herman Darmawi, Manajemen risiko, Bumi Aksara, Jakarta, 2006, hlm.,126
[2] Ibid, hlm., 127-128
[3] Ibid, hlm., 132
[4] Ibid, hlm., 133
[5] Ibid, hlm., 133-135
[6] Ibid, hlm., 136-137
[7] Ibid, hlm., 152
[8] Ibid, hlm., 137-140
[9] Ibid, hlm., 140-143
[10] Ibid, hlm., 149-150

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel