Makalah Risiko Dalam Tinjauan Islam


Kali ini kami akan berbagi sebuah makalah dengan judul Makalah Risiko Dalam Tinjauan Islam. Makalah ini membahas tentang Konsep Dasar Risiko, Cakupan Manajemen Risiko dan Pandangan Islam Terhadap Risiko.

Makalah Risiko Dalam Tinjauan Islam



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang
Sudah merupakan naluriah insan untuk mengasihi harta, anakanak & wanita, perhiasan, dan kendaraan. Kecintaan terhadap kekayaan ini telah mendorong banyak insan untuk berlomba – lomba menciptakannya dengan lebih baik lagi. Sebagian insan selalu berusaha memenuhi kebutuhannya.Meskipun sejatinya ada juga insan yang berusaha tidak hanya memenuhi kebutuhannya saja tetapi ada yang hingga berusaha memenuhi segala harapan nafsu melebihi kebutuhannya. Di sisi yang lain, sikap insan ada juga yang kebalikan dengan motif diatas.
Meski maksimalisasi kekayaan juga dilakukan oleh insan lainnya tetapi ada insan yang menyadari sepenuhnya bahwa dia yaitu ciptaan Tuhan sehingga merasa perlu untuk mempersembahkan sesuatu yang terbaik untuk Tuhan dan menyerahkan dirinya sepenuhnya hanya kepada Tuhan saja.Manusia menyerupai ini akan berusaha maksimal untuk mendapat kekayaan yang kemudian dipersembahkan untuk Tuhan. Konsep bahwa segala harta kekayaan ini yaitu milik Tuhan akan mendorong sikap insan untuk bersikap amanah. Amanah dalam mencari harta dan amanah dalam membelanjakan harta.Dalam kerangka menjaga amanah itulah kemudian insan memerlukan interaksi dengan insan lainnya untuk mencapai kesejahteraan dirinya dan sesamanya. Demi menjaga amanah kemudian insan berusaha dengan mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk menegakkan amanah yang diembannya.
Manajemen risiko yaitu merupakan salah satu metode untuk mengelola risiko yang dihadapi dalam menjaga amanah dari stakeholder, dalam ranah keduniawian. Sementara dalam ranah spiritual, administrasi risiko bisa dimaknai sebagai menjaga amanah Tuhan yang dibebankan kepada manusia.Semakin baik administrasi risiko, maka semakin amanahlah insan di mata stakehorder dan di mata Tuhan.

B.     Rumusan  Masalah
1.      Bagaimana Konsep Dasar Risiko
2.      Bagaimana Cakupan Manajemen Risiko
3.      Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Risiko



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Risiko
Risiko berafiliasi dengan ketidakpastian , ini terjadi  oleh kurang atau tidak tersedianya cukup informasi wacana apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak niscaya (uncertain) sanggup berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang menjadikan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menjadikan akhir yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (Risk).
            Secara umum risiko sanggup diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorangan atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jikalau kemungkinan yang dihadapi sanggup menunjukkan laba yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya   sekali saja, contohnya membeli lotre. Jika beruntung maka akan mendapat hadiah yang sangat  besar tetapi jikalau tidak beruntung uang yang dipakai membeli lotre relative kecil. Apakah hal ini tergolong risiko?  Jawabanya yaitu hal ini juga tergolong resiko. Selama mengalami kerugian sekecil apapun hal itu dianggap risiko.[1]
B.     Cakupan Manajemen Risiko
Cakupan administrasi risiko mencakup tiga hal utama yaitu Identifikasi risiko, penilaian dan pengukuran risiko, dan pengelolaan risiko. Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko –risiko apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Terdapat aneka macam risiko yang dihadapi organisasi. Secara garis besar, risiko sanggup dikategorikan ke dalam risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi kemungkinan laba tidak ada. Contoh risiko jenis ini yaitu kecelakaan, kebakaran, dan banjir. Risiko spekulatif yaitu risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan.
Potensi kerugian dan laba tetap ada dalam perjuangan bisnis. Kita selalu mengharapkan keuntungan, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi kerugian. Kerugian akhir risiko spekulatif akan merugikan pihak tertentu tetapi akan menguntungkan pihak lainnya. Meskipun secara total masyarakat tidak dirugikan oleh risiko spekulatif tersebut. Setelah identifikasi risiko, langkah selanjutnya yaitu penilaian dan pengukuran risiko. Evaluasi dan pengukuran risiko bertujuan untuk mengenali dan memahami karakterisitik risiko dengan lebih baik. dengan pemahaman yang baik, maka risiko akan lebih gampang untuk dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk mengukur risiko tersebut.
Terdapat beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risikonya. Probabilitas bisa dipakai untuk mengukur risiko. Ketika probabilitas tinggi, maka suatu risiko perlu mendapat perhatian lebih ekstra. Pengukuran risiko yang lainnya bisa pula dilakukakan dengan teknik durasi.Hal ini biasanya dilakukan untuk menilai perubahan tingkat bunga. Untuk risiko pasar, bisa dipakai teknik value at risk. Setelah melaksanakan analisis dan penilaian risiko, langkah selanjutnya yaitu mengelola risiko.Pengelolaan risiko perlu dilakukan secara cermat mengingat konsekuensinya yang cukup serius jikalau gagal dalam mengelola risiko. Risiko bisa dikelola dengan aneka macam cara, menyerupai penghindaran, ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lain.
Mengelola risiko dengan cara menghindar yaitu cara yang paling gampang dan aman, namun tidak optimal. Sebagai pola jikalau kita menghendaki laba yang tinggi dari bisnis, tentunya kita harus menghadapi risiko tersebut dan mengelolanya dengan baik, tidak dengan cara menghindar. Retention bermakna kita menghadapi sendiri risiko tersebut. Sebagai pola orang yang tidak mengasuransikan properti miliknya, berarti bahwa orang tersebut akan menanggung sendiri kerusakan – kerusakan atas propertinya. Selanjutnya yaitu diversifikasi. Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang ktia miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja.
Sebagai pola ketika kita berinvestasi dalam saham, maka kita tidak akan menginvestasikan hanya pada satu saham saja, tetapi pada beberapa atau banyak saham. Transfer risiko dilakukan ketika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kemudian ditransfer ke pihak lain yang lebih bisa menghadapi risiko tersebut. Asuransi kecelakaan yaitu salah satu contohnya. Dua hal lain yang terkait dengan pengelolaan risiko yaitu pengendalian risiko dan pendanaan risiko.
Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau tragedi yang tidak kita inginkan. Sebagai pola yaitu pemasangan alarm kebakaran dalam bangunan ditujukan untuk mengendalikan risiko kebakaran. Pendanaan risiko mengaandung makna bagaimana menbiayai kerugian yang terjadi jikalau suatu risiko muncul. Apakah dari asuransi kebakaran atau memakai dana cadangan yaitu pola risiko kebakaran. Karakterisitik pengelolaan risiko yang baik mencakup beberapa elemen, yaitu:
  1. Memahami bisnis perusahaan. Hal ini merupakan salah satu kunci keberhasilan administrasi risiko perusahaan. Pemahaman mendalam terhadap bisnis perusahaan dan keunikannya akan menghasilkan pelaksanaan administrasi risiko yang berbeda antar perusahaan.
  2. Formal dan terintegrasi. Elemen ini merupakan upaya khusus yang didukung oleh organisasi dan administrasi puncak. Manajemen risiko formal mencakup tiga hal, yaitu infrastruktur keras menyerupai ruang kerja, struktur organisasi, komputer, model statistik dan sebagainya. Kedua yaitu infrastruktur lunak menyerupai budaya kehati – hatian, dan organisasi yang responsif terhadap risiko. Ketiga yaitu proses administrasi risiko itu sendiri yang mencakup indentifikasi, pengukuran dan pengelolaan risiko. Setelah itu kemudian ketiga hal tersebut diintegrasikan dalam perusahaan.
  3. Mengembangkan infrastruktur risiko. Pembentukan sebuah komite administrasi risiko yaitu salah satu pola dari alat yang akan dipakai untuk menyebarkan infrastruktur risiko yang telah ada.
  4. Menetapkan prosedur kontrol. Manajemen risiko yang baik memiliki sistem pengendalian yang baik pula. Mekanisme saling kontrol akan selalu tercipta. Dengan memakai prosedur tersebut, tidak ada orang yang memiliki kekuasaan yang hiperbola untuk mengambil risiko atas nama perusahaan.
  5. Menetapkan batas (limits). Penentuan batas merupakan serpihan integral dari administrasi risiko. Manajer harus diberitahu kapan bisa/harus jalan dan kaapn harus berhenti. Keputusan bisnis bisa diumpamakan sebagai gas, sedangkan administrasi risiko bisa diumpamakan sebagai rem. Jika administrasi risiko tidak berfungsi berarti perusahaan bisa diumpamakan kendaraan beroda empat yang melaju kencang tanpa rem.
  6. Fokus pada aliran kas. Manajemen risiko yang baik harus selalu fokus pada aliran kas. Pengawasan terhadap aliran kas ini harus memadai, sehingga mengurangi risiko kas yang mengalir ke daerah yang tidak semestinya.
  7. Sistem insentif yang tepat. Hal ini akan membuat seseorang berperilaku tertentu. People respond to incentives.
  8. Mengembangkan budaya sadar risiko. Budaya ini sanggup diciptakan melalui cara – cara antara lain dengan menetapkan suasana keseluruhan yang aman untuk sikap hati – hati, menetapkan prinsip – prinsip administrasi risiko yang bisa mengarahkan budaya organisasi, mendorong komunikasi yang terbuka, menunjukkan acara training dan pengembangan, dan mendorong sikap yang mendukung administrasi risiko.
C.     Pandangan Islam Terhadap Risiko
Perspektif Islam dalam pengelolaan risiko suatu organsiasi sanggup dikaji dari dongeng Yusuf dalam  mentakwilkan mimpi sang raja pada masa itu. Kisah mimpi sang raja termaktub dalam al-Qur’an Surat Yusuf:43 sebagai berikut:
“Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): ’Sesungguhnya saya bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk di makan oleh tujuh ekor sapi sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.’Hai orang-orang yang terkemuka: ’Terangkanlah kepadaku wacana ta’bir mimpiku itu jikalau kau sanggup mena’birkan mimpi.’(QS. Yusuf: 43).


Sedangkan dongeng Yusuf mentakwilkan mimpi sang raja dijelaskan dalam al-Qur’an Surat Yusuf : 46-47 sebagai berikut:
      “(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami wacana tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering biar saya kembali kepada orang-orang itu, biar mereka mengetahuinya.Yusuf berkata: "Supaya kau bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kau tuai hendaklah kau biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kau makan.Kemudian sehabis itu akan tiba tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kau simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kau simpan.Kemudian setelah itu akan tiba tahun yang padanya insan diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur." (QS. Yusuf: 46-49).
Dalam tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab menafsirkan bahwa Nabi Yusuf memahami tujuh ekor sapi sebagai tujuh tahun masa pertanian. Boleh jadi lantaran sapi dipakai membajak, kegemukan sapi yaitu lambang kesuburan, sedang sapi kurus yaitu masa sulit dibidang pertanian, yakni masa paceklik. Bulir-bulir gandum lambang pangan yang tersedia. Setiap bulir sama dengan setahun. Demikian juga sebaliknya.[2]
Dari dongeng tersebut, bisa dikatakan bahwa pada tujuh tahun kedua akan timbul kekeringan yang dahsyat. Ini merupakan suatu risiko yang menimpa negeri Yusuf tersebut. Namun dengan adanya mimpi sang raja yang kemudian ditakwilkan oleh Yusuf maka kemudian Yusuf telah melaksanakan pengukuran dan pengendalian atas risiko yang akan terjadi pada tujuh tahun kedua tersebut. Hal ini dilakukan Yusuf dengan cara menyarankan kepada rakyat seluruh negeri untuk menyimpan sebagian hasil panennya pada panenan tujuh tahun pertama demi menghadapi paceklik pada tujuh tahun berikutnya. Dengan demikian maka terhindarlah ancaman kelaparan yang mengancam negeri Yusuf tersebut. Sungguh suatu pengelolaan risiko yang sempurna. Proses administrasi risiko diterapkan Yusuf melalui tahapan pemahaman risiko, penilaian dan pengukuran, dan pengelolaan risiko.[3]
Pada dasarnya Allah SWT mengingatkan insan atau suatu masyarakat, dimana ada kalanya dalam situasi tertentu memiliki aset dan modal yang kuat, namun suatu ketika akan mengalami kesulitan. Hanya saja bagaimana mengatasinya dalam menghadapi kesulitan maka kita harus menyiapkan untuk perhitungan dan pandangan yang luas.
Pada ayat lain yang berkenaan dengan penempatkan investasi serta administrasi risiko dalam pertimbangan yang penting, ialah surat Lukman:34
”Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan wacana hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang sanggup mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang sanggup mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Lukman: 34)
Dalam Al-Qur’an surat Lukman ayat 34 secara tegas Allah SWT menyatakan bahwa, tiada seorangpun di alam semesta ini yang sanggup mengetahui dengan niscaya apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, sehingga dengan fatwa tersebut seluruh insan diperintahkan untuk melaksanakan investasi sebagai bekal dunia dan akhirat. Serta diwajibkan berusaha biar tragedi yang tidak diharapkan, tidak berdampak pada kehancuran fatal terhadapnya (memitigasi risiko).[4]
Dalam Hadits juga dikisahkan, salah seorang sahabat Rasulullah Saw. yang meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, menyerupai pohon, tonggak dan lain-lain, kemudian ditinggalkan. Beliau s.a.w. bertanya: "Mengapa tidak kau ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah." Rasulullah Saw. tidak sanggup menyetujui cara berfikir orang itu, kemudian bersabda, "Ikatlah dulu kemudian bertawakkallah." Ringkasnya tawakkal tanpa perjuangan lebih dahulu adalah salah dan keliru berdasarkan pandangan Islam. Adapun maksud tawakkal yang diperintahkan oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sehabis berupaya dan berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci baik-baik, kemudian bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci itu masih juga hilang contohnya dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang itu sudah tidak bersalah, lantaran telah melaksanakan ikhtiar supaya jangan hingga hilang. Makna tawakal ini yang diartikan sebagai administrasi risiko.[5] 
Dengan demikian  jelaslah, Islam memberi aba-aba untuk mengatur posisi risiko dengan sebaik-baiknya, sebagaimana Al-Qur’an dan Hadits mengajarkan kita untuk melaksanakan acara dengan perhitungan yang sangat matang dalam menghadapi risiko.
Allah Swt berfirman dalam surat al an’am: 38 yang artinya:
“ Dan tiadalah binatang-binatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat juga sepertimu. Tiadalah /kami alpakan sesuatupun dalam alkitab (al-qur’an), kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.
Ayat tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam hadits Nabi dari Abu Dzar Al Ghifarry radiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Saw telah pergi meninggalkan kami (wafat), dan tidaklah seekor burung yang terbang membolak balikan kedua sayapnya di udara melainkan dia telah menunjukan ilmunya kepada kami. Berkata Abu Dzar Ra: Rasullulah Saw bersabda: “ tidaklah tidaklah tertinggal sesuatupun yang mendekatkan ke nirwana dan menjauhkan dari negara melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian”. ( HR. Ath-Thabranni dan Ibnu Hibban)

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
 Secara umum risiko sanggup diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorangan atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jikalau kemungkinan yang dihadapi sanggup menunjukkan laba yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya   sekali saja, contohnya membeli lotre. Jika beruntung maka akan mendapat hadiah yang sangat  besar tetapi jikalau tidak beruntung uang yang digunakan membeli lotre relative kecil.


DAFTAR PUSTAKA

Herman darmawi, manajemen resiko, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2006
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002





[1] Herman darmawi, manajemen resiko, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2006, hlm. 4
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, hlm. 471-472

[3] Fatkhur Rokhman, “Manajemen Risiko dalam Islam”


[4] M. Quraish Shihab,Tafser Al-Mishbah,(Jakarta: Lentera Hati, 2000),Cet.Ke-V, hlm. 166-167

[5] Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin Jilid 1, Penerjemah Achmad Sunarto, (Jakarta: Pustaka Imani, 1999) Cet. IV

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel