Makalah Bank Indonesia Dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Makalah ini akan membahas tentang Sejarah dan Indepedensi Bank Indonesia, Tugas utama Bank Indonesia, Tujuan Bank Indonesia, Struktur, Program, dan Sistem Informasi Bank Indonesia, Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan syarat, peserta dan simpanan yang sanggup dijaminkan di LPS.
Makalah Bank Indonesia Dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)





BAB I
PENDAHULUAN

     1.1  Latar Belakang
Dalam perekonomian modern setiap negara mempunyai Bank Sentral atau setidak-tidaknya ada salah satu bank atau forum yang bertindak dan menjalankan fungsi bank sentral. Bank sentral mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pengaturan ekonomi. Dalam masyarakat sederhana tidak adanya kiprah Bank dan forum keuangan, mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Namun dalam masyarakat yang semakin berkembang ketika ini, kiprah Bank dan forum keuangan lainnya sangatlah penting, khusunya sebagai forum mediasi antara pihak yang mempunyai dana dan yang membutuhkan dana.
Bank Sentral di negara kita yaitu Bank Indonesia. Sebagai Bank Independen, Bank Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi kestabilan perekonomian Indonesia maka Bank Indonesia mempunyai kiprah dan tugasnya sendiri dalam mencapai tujuan dan bertanggung jawab dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi yang terjadi.
Hal ini terutama berkaitan dengan duduk kasus permodalan dan perputaran uang. Kegiatan perjuangan yang lazim dilakukan oleh bank dalam menyalurkan dana yaitu pemberian kredit, investasi surat berharga, mendanai transaksi perdagangan nasional, penempatan dana di bank lain dan penyertaan modal saham. Maka dibentuklah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yaitu forum independen yang dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 ihwal Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.

    1.2   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah dan Indepedensi Bank Indonesia ?
2.      Apa Tujuan dan Tugas Utama Bank Indonesia ?
3.      Apa yang dimaksud Struktur, Program, dan Sistem Informasi Bank Indonesia ?
4.      Apa Pengertian, Fungsi, dan Tujuan LPS ?
5.      Apa saja syarat, peserta dan simpanan yang sanggup dijaminkan di LPS ?

    1.3  Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk Mengetahui Sejarah Bank Indonesia dan Indepedensi Bank Indonesia.
2.      Untuk Mengetahui tujuan dan kiprah utama Bank Indonesia.
3.      Untuk Mengetahui Struktur, Program, dan Sistem Informasi Bank Indonesia.
4.      Untuk Mengetahui Pengertian, Fungsi dan Tujuan LPS.
5.      Untuk Mengetahui Syarat, Peserta, dan Simpanan yang sanggup dijamin di LPS.



BAB II
PEMBAHASAN


     2.1  Sejarah dan Indepedensi Bank Indonesia
A.    Sejarah Berdirinya Bank Indonesia
Konforensi Meja Bundar (KMB) yaitu tonggak kelahiran bank sentral di Indonesia. Salah satu keputusan KMB yaitu menujuk De Javasche Bank sebagai bank sentral. De Javasche Bank adalah bank komersial dan sirkulasi milik pemerintah kolonial Hindia Belanda yang sudah berdiri pada tahun 1828. Namun fakta sejarah juga mencatat, Indonesia sudah mempunyai bank cukup besar semenjak tahun 1946 yaitu Bank Negara Indonesia ( BNI). Bank ini mulanya sebagai bank sentral kemudian oleh keputusan KMB dirubah sebagai Bank Pembangunan. Posisi De Javasche Bank lantas masih menjadi bank sentral yang masih berada di bawah dampak kepentingan lain.
Oleh itu, A. Karim, salah seorang pemikir nasionalis menilai bahwa De Javasche Bank tidak cocok lagi dengan alam Indonesia yang sudah merdeka. Melalui UU No. 11 Tahun 1953 tanggal 1 Juli 1953 Tentang Penetapan UU Pokok Bank Indonesia menggantikan De Javasche Bank. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai bank sentral, BI dipimpin oleh Dewan Moneter, direksi, dan Dewan Penasihat., sekaligus menjalankan kebijakannya dengan pinjaman Dewan Moneter. Setelah Orde Baru berlalu, BI mencapai independensinya melalui UU No. 23 tahun 1999 ihwal bank Indonesia yang kemudian di ubah dengan UU No. 3 tahun 2004.

B.     Indepedensi Bank Indonesia
Independensi bank sentral berdasarkan Fraser (1994) dalam Bank Indonesia (2004) diartikan sebagai kebebasan bank sentral untuk sanggup melaksanakan kebijakan moneternya yang bebas dari pertimbangan-pertimbangan politik.
·         Indepedensi Sasaran Akhir
BI dalam memutuskan target selesai kebijakan moneter yaitu target inflasi mempunyai tingkat indepedensi yang rendah, lantaran harus berkoordinasi dengan pemerintah
·         Indepedensi Keuangan
Dewan Gubernur berwenang untuk memutuskan anggaran tahunan BI yang meliputi anggaran kegiatan operasional, anggaran kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta pengaturan dan pengawasan perbankan.
·         Indepedensi Personal
BI mempunyai wewenang untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun
·         Independensi Kelembagaan
Keberadaan BI sesuai dengan pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu terdapat Uu tersendiri sebagai landasan aturan BI, yaitu UU No. 23 Tahun 1999 yang diamandemen dengan UU No.3 Tahun 2004. UU ini memperlihatkan status dan kedudukan BI sebagai forum negara independen yang bebas dari campur tangan pemerintah maupun pihak lainnya. Dengan demikian BI mempunyai otonomi penuh untuk merumuskan dan melaksanakan setiap kiprah dan wewenangnya ibarat yang diatur dalam UU tersebut. Dan UU tersebut memperlihatkan status dan kedudukan BI sebagai forum negara independen yang tidak sejajar dengan forum tinggi negara.

C.     Prinsip Transparasi dan Akuntabilitas
Untuk menjaga independensinya, maka BI dituntut untuk mempunyai sifat Transparant dan sanggup memenuhi prinsip akuntabilitas publik dalam memutuskan kebijakannya dan terbuka bagi pengawasan masyarakat.
·         Transparansi
Agar kebijakan moneter sanggup berkerja secara efektif, komunikasi yang terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Komunikasi tersebut juga sebagai pecahan dari akuntabilitas kebijakan moneter dan berperan dalam membantu pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi ke depan. Melalui komunikasi, Bank Indonesia mengajak masyarakat untuk memandang dan membentuk tingkat inflasi ke depan sebagaimana yang diitetapkan dalam target yang diumumkan. Oleh karenanya, komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan terus menerus memuat pengumuman dan klarifikasi ihwal target inflasi ke depan, analisis Bank Indonesia terhadap perekonomian, kerangka kerja, dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, kegiatan Rapat Dewan Gubernur (RDG), serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dalam bentuk siaran pers, konferensi pers sesudah Rapat Dewan Gubernur, publikasi Tinjauan/Laporan Kebijakan Moneter yang memuat latar belakang pengambilan keputusan,  maupun klarifikasi eksklusif kepada masyarakat luas, media massa, pelaku ekonomi, analis pasar dan akademisi.
Media komunikasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia dalam bentuk publikasi :
a.       Tinjauan Kebijakn Moneter
b.      Laporan Perkonomian Indonesia
c.       Laporan Triwulan dewan perwakilan rakyat RI
d.      Siaran Pers Kebijakan Moneter
·         Akuntabilitas
Bank Indonesia secara reguler memberikan pertanggung-jawaban pelaksanaan kebijakan moneter kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk akuntabilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan kiprah dan wewenang yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun klarifikasi eksklusif atas pelaksanaan Kebijakan Moneter secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu. Selain itu Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanan Kebijakan tersebut disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
Dalam hal target inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia memberikan klarifikasi kepada Pemerintah sebagai materi klarifikasi Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada dewan perwakilan rakyat dan masyarakat.

      2.2  Tujuan dan Tugas Utama Bank Indonesia
Tujuan utama yang ingin dicapai BI yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah salah satunya tampak pada kestabilan terhadap harga barang dan jasa sebagai dampak inflasi. Untuk mencapai tujuan ini, semenjak tahun 2005 kemudian BI telah menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai target utamanya. Untuk mencapai target inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara Forward Looking artinya perubahaan stance kebijakan moneter dilakukan melalui penilaian apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan target inflasi yang telah dicanangkan. Agar Tujuan utama BI tersebut tercapai, maka BI mempunyai 2 kiprah utama
1.      Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
§  Operasi Pasar Terbuka
Operasi moneter yaitu pelaksanaan kebijakan moneter oleh BI melalui Operasi Pasar Terbuka dan Standing Facilities. Operasi Pasar Terbuka yaitu kegiatan transaksi pasar uang yang dilakukan atas inisiatif BI untuk mengurangi volatilaitas suku bunga pasar bunga antar Bank overnight (PUAB), sedangkan standing facilities yaitu penyediaan dana rupiah dari BI kepada bank umum serta penempatan dana rupiah oleh bank umum di BI guna membentuk koridor suku bunga di PUAB. OPT dilakukan atas inisiatif BI, sedangkan Standing Facilities dilakukan atas inisiatif Bank Umum.
§  Penetapan Giro Wajib Minimum
Salah satu instrumen moneter BI sebagai otoritas moneter Indonesia untuk menghipnotis jumlah uang beredar yang terdapat di masyarakat. GWM yaitu likuiditas wajib minimum bank yang wajib dijaga dan  dipelihara biar bisa memenuhi kewajiban terhadap penarikan simpanan masyarakat sewaktu-waktu. Presentase GWM sanggup berubah sewaktu-waktu sesuai kondisi makroekonomi terkini.
§  Menetapkan Kebijakan Nilai Tukar
Nilai tukar yang stabil dibutuhkan untuk membuat iklim yang aman bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Indonesia telah menentapkan tiga sistem nilai tukar yaitu :
1)      Sistem nilai tukar tetap (1970-1978)
2)      Sistem Nilai tukar mengambang terkendali (1978-1997)
3)      Sistem nilai tukar mengambang bebas (14 Agustus 1997-sekarang)
§  Pengelola Cadangan Devisa
Dalam mengelola cadangan devisa, BI lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada laba yang tinggi. Namun BI tetap mempertimbangkan dinamika perubahan yang terjadi di pasar internasional. Sehingga memungkinkan BI untuk melaksanakan perubahan dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa.
§  Peran sebagai lender of the last resort
Disini BI memperlihatkan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek lantaran terjadi ketidakcocokan dalam pengelolaan dana.
2.      Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Tugas BI  kedua yaitu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, hal ini perlu didukung oleh pengaturan dan pengelolaan sistem pembayaran nasional (SPN) dan infrastruktur yang handal. Berikut ini upaya BI untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran :
§  BI menyelenggarakan sistem pembayaran dengan memperluas, memperlancar, dan mengatur kemudian lintas pembayaran giral serta menyelenggarakan kliring antarbank.
§  Program pengembangan sistem pembayaran nasional
§  BI terus berupaya meningkatkan efesiensi sistem pembayaran nasional dan memperkuat sistem pengawasan.
§  BI merupakan satu-satunya forum yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, dan menarik uang tersebut dari peredaran
Ada 2 jenis alat pembayaran yang diciptakan dan diselenggarakan oleh BI yaitu, alat pembayaran tunai dan non tunai.

      2.3  Struktur, Program, dan Sistem Informasi Bank Indonesia
A.    Dewan Gubernur BI
Dalam melaksanakan kiprah dan wewenang BI dipimpin oleh Dewan Gubernur (DG). Dewan Gubernur terdiri atas seorang gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan minimal 4 atau maksimal 7 Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur yaitu lima tahun dan mereka hanya sanggup kembali dipilih sebanyak 2 kali masa tugas. Jumlah anggota dewan gubernur diubahsuaikan sesudah fungsi pengawasan bank dialihkan kepada forum pengawasan OJK berdasarkan prinsip efisiensi.

B.     Badan Supervisi Bank Indonesia
Pemerintah membentuk BSBI untuk meningkatkan akuntabilitas, indepedensi, transparasi dan kreadibilitas BI, serta untuk membantu kiprah dewan perwakilan rakyat dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap BI. BSBI bertugas untuk melaksanakan kajian dan penawasan terhadap :
1.      Laporan Keuangan Tahunan BI
2.      Anggaran Operasional dan Investasi yang dilakukan BI
3.      Prosedur pengambilan keputusan untuk kegiatan operasional yang berada di luar kebijakan moneter dan pengelolaan aset BI

C.     Surat Berharga Bank Indonesia
Terdapat beberapa surat berharga yang diterbitkan oleh BI antara lain :
1.      Sertifikat Bank Indonesia (SBI): Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai ratifikasi hutang berjangka waktu pendek dan merupakan salah satu piranti Operasi Pasar Terbuka.
2.      Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS): Surat Berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI.
3.      Surat Utang Negara (SUN) : terdiri dari surat perbendaharaan negara (SPN) dan obigasi negara. SPN berjangka waktu hingga dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto, sedangkan obligasi negara berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.

D.    Kebijakan Moneter
Secara umum dikenal 4 jenis rezim kebijakan moneter sebagai berikut :
1.      Monetary Targeting : Kebijakan ini dilaksanakan untuk mengendalikan uang yang beredar sebagai target antara dan uang primer sebagai target operasional berdasarkan kestabilan seruan uang.
2.      Exchange Rate Targeting ; Kebijakan ini dilaksanakan untuk mengendalikan nilai tukar sebagai target antara untuk mencapai target akhir.
3.      Inflation Targeting : Kebijakan ini dilaksanakan untuk memfokuskan target selesai pada targer inflasi berdasarkan saluran transmisi moneter yang tersedia. Kebijakan ini pada umumnya dikombinasikan dengan suku bunga untuk memilih target operasional.
4.      Implicit Nominal Achor : Kebijakan ini dilaksanakan semata-mata berdasarkan penilaian dan keyakinan Dewan Gubernur bank Sentral tanpa disertai penetapan target selesai dan target antara tertentu. Untuk penetapan target operasional biasanya Dewan Gubernur memakai suku bunga sebagai acuannya.

E.     SETTLEMENT
Settlement yaitu proses terjadinya perpindahan nilai uang dari satu pihak (payer) kepada pihak lain (receiver) dengan mendebit rekening payer dan mengkredit rekening receiver, umumnya bersifat final dan irrevocable (tidak sanggup dibatalkan)
Settlement sanggup dilaksanakan secara NET SETTLEMENT atau GROSS SETTLEMENT. Pada net settlement perpindahan dana tidak dilakukan pertransaksi, namun pada selesai suatu periode tertentu dengan melaksanakan off setting terlebih dahulu antara kewajiban-kewajiban pembayaran dengan hak-hak penerimaan, sehingga hanya ada 1 net hak atau kewajiban yang akan di settle untuk masing-masing rekening bank. Sedangkan pada Gross settlement perpindahan dana dilakukan pertransaksi dengan mendebit atau mengkredit rekening para pihak.

F.      Program Inklusi Keuangan
Inklusi Keuangan yaitu ekspansi saluran layanan perbankan terutama yang berbiaya rendah kepada masyarakat perdesaan, termasuk peningkatan kualitas kegiatan tabunganku, pengembangan edukasi keuangan, pelaksanaan Financial Identity Number (FIN) dan pelaksanaan survei financial literacy. Peningkatan saluran masyarakat kepada forum keuangan diwujudkan oleh pemerintahan melalui 5 pilar kebijakan.
Ø  Pilar Pertama : Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Edukasi keuangan merupakan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan, ibarat kapanye “Ayo Ke Bank,” penyediaan website info dan edukasi konsumen serta pendidikan keuangan dalam kurikulum SD dan SMP. Perlindungan Konsumen yaitu bentuk keamanan masyarakat dalam bekerjasama dengan forum keuangan formal
Ø  Pilar Kedua : Pemetaan Informasi Keuangan
Melalui pemetaan info keuangan ini, BI berbagi klaster UMKM serta menginisiasi pembentukan credit rating UMKM. Hal ini bermanfaat untuk mengatasi hambatan masyarakat dalam bekerjasama dengan jasa keuangan mengingat masih banyaknya UMKM yang belum mempunyai tubuh aturan dan izin perjuangan sebagai prasyarat pemberian kredit oleh bank.
Ø  Pilar Ketiga : Fasilitasi Intermediasi
Bertujuan meningkatkan kesadaran forum keuangan terhadap kelompok masyarakat potensial biar memperoleh jasa keuangan.
Ø  Pilar Keempat : Saluran Distribusi
Bertujuan meningkatkan jangkauan layanan forum kuangan formal terhadap kelompok masyarakat di pelosok kawasan melalui pemanfaatan jaringan kantor pos dan branchless banking dimana telepon seluler sanggup dijadikan sarana penyimpanan uang dalam bentuk sebuah akun pada bank tertentu.
Ø  Pilar Kelima : Regulasi yang Mendukung
Melalui pilar ini, pemerintah dan BI berupaya memperlihatkan dukungan melalui regulasi yang mempermudah masyarakat dalam memperoleh layanan jasa keuangan melalui distribusi berbasis teknologi info ibarat e-payment dan branchless banking.

G.    Sistem Informasi Perbankan
BI telah menyusun Cetak Biru Sistem Informasi Perbankan (SIP Blueprint) sebagai arah pengembangan sistem info biar mendukung kiprah pengawasan bank umum untuk menghasilkan info yang berkualitas. SIP dilaksanakan melalui prinsip-prinsip berikut :
1.      SIP diarahkan sebagai alat bisnis sekaligus sebagai media penyajian info yang cepat hingga tingkatan strategis.
2.      SIP menyediakan info yang bersifat mikro, individual bank, maupun info lain terkait lingkungan bisnis dan bank.
3.      SIP menyajikan info yang berasal dari media massa, institusi pemerintah, maupun lembaga-lembaga lainnya.
4.      SIP mengintegrasikan data-data yang ketika ini tersebar pada sistem yang berbeda-beda.
Adapun sistem info yang menjadi dasar pembentukan SIP yaitu :
1.      Sistem Informasi Manajemen Pengawasan (SIMWAS) : merupakan sistem info yang dipakai pengawas bank dalam melaksanakan kegiatan analisis terhadap kondisi bank, mempercepat diperolehnya info kondisi keuangan bank, meningkatkan keamanan dan integritas data serta info perbankan.
2.      Sistem Informasi Bank Dalam Investigasi (SIBADI) : merupakan sistem info untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemeriksaan tindak pidana perbankan serta tugas-tugas terkait kegiatan mediasi antara nasabah dengan bank. SIBADI juga menyediakan data/informasi pelaku dugaan tindak pidana perbankan untuk mendukung proses fit and proper test.

H.    Biro Informasi Kredit Bank Indonesia
Biro Informasi Kredit (BIK) diresmikan tanggal 29 Juni 2006, bertugas untuk menghimpun dan menyimpan data debitur kemudian mengolah, mempertukarkan, dan mendistribusikan data tersebut sebagai info debitur untuk mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi forum keuangan (bank dan bukan bank). BIK dibuat oleh BI sebagai realisasi dari rencana pembentukan agen kredit yang dicantumkan sebagai salah satu kegiatan API pilar kelima. Misi BIK yaitu mengelola dan menyediakan layanan info kredit lengkap, akurat, kini dan utuh serta mendukung sistem perkreditan utuk tercapainya stabilitas sistem keuangan, sedangkan visi BIK yaitu membangun pusat info kredit terpercaya yang sesuai standart internasional.

I.       Pembiayaan untuk Bank Umum
·         Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ( FPJP)
Bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek sanggup memperoleh FPJP dengan memenuhi persyaratanyang ditetapkan. Kesulitan pendanaan jangka pendek yaitu keadaan yang dialami bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (missmatch) dalam rupiah sehingga bank tidak sanggup memenuhi kewajiban GWM rupiah di Bank Indonesia. Permohonan FPJP wajib mempunyai resiko kewajiban penyediaan modal minimum (CAR) postif. Pencairan FPJP dilakukan sebesar kebutuhan bank untuk memenuhi kewajiban GWM.
·         Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI)
FLI yaitu peneydiaan pendanaan oleh BI kepada Bank dalam kedudukan sebagai peserta sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan peserta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), yang dilakukan dengan cara repurchase agreement (repo) surat berharga yang harus diselesaikan pada hari yang sama dengan hari penggunaan.
·         Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD)
FPD yaitu kemudahan pembiayaan dari BI yang diputuskan oleh komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang dijamin oleh pemerintah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas yang mempunyai dampak sistematik dan berpotensi krisis namun masih memenuhi tingkat solvabilitas. FPD hanya diberikan kepada bank yang berbadan aturan indonesia. Bank akseptor FPD wajib memberikan action plan, realisasi action plan dan laporan likuiditas harian kepada BI.

      2.4  Pengertian, Fungsi, dan Tujuan LPS
A.    Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yaitu suatu forum independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibuat berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 ihwal Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan semenjak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.Setiap bank yang melaksanakan kegiatan perjuangan di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Di dalam perekonomian modern remaja ini dibutuhkan suatu sistem penyangga ekonomi yang kokoh sehingga sanggup menumbuhkan kepercayaan para pelaku ekonomi yang bernaung dibawahnya, dan yang menjadi salah satu tiang penyangganya yaitu LPS. Hal itu tercermin dari salah satu fungsi dari LPS yakni menjamin simpanan nasabah.
Belajar dari krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank menjadikan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap forum perbankan nasional diikuti dengan penarikan simpanan besar-besaran pada sistem perbankan atau rush. Maka untuk meredam imbas bola salju tersebut ketika itu pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya kegiatan penjaminan seluruh simpanan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan blanket guaranteemelaluiKeputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 ihwal Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 ihwal Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat
Setelah beberapa tahun dilaksanakannya kebijakan blanket guarantee memang sanggup menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Tetapi mengingat risiko dari blanket guarantee sangat besar yakni kewajiban penyediaan dana talangan dan munculnya moral hazard bankir juga masyarakat, maka dibutuhkan suatu forum penjaminan simpanan yang independen.

B.     Fungsi dari Lembaga Penjamin Simpanan
Fungsi LPS yaitu menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Fungsi penjaminan diejawantahkan dengan melaksanakan pembayaran klaim penjaminan atas simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan menunjuk tim likuidasi untuk membereskan aset dan kewajiban bank tersebut,  sedangkan fungsi turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan diwujudkan dalam bentuk upaya menyelamatkan atau penyehatan terhadap bank gagal yang tidak berdampak sistemik maupun bank gagal yang terdampak sistemik (bank resolution).
Keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal tidak berdampak sistemik ditetapkan oleh LPS. Salah satu pertimbangannya didasarkan pada penghitungan biaya yang lebih rendah (lower cost test) antara menyelamatkan bank tersebut dengan membayar klaim penjaminan. Sedangkan, keputusan untuk menyelamatkan gagal yang berdampak sistemik ditetapkan dan diserahkan oleh Komite Koordinasi (KK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner. Setelah itu, LPS bertindak sebagai pelaksana dalam evakuasi bank gagal yang telah diputuskan berdampak sistemik.
Dalam upaya dalam menyelamatkan bank gagal, LPS memunyai kewenangan, antara lain mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk RUPS; menguasai, mengelola, dan menjual / mengalihkan aset bank; melaksanakan penyertaan modal sementara (PMS); serta mengalihkan administrasi pada pihak lain. LPS mempunyai jangka waktu evakuasi paling usang 4 tahun untuk bank tidak berdampak sistemik dan 5 tahun untuk bank gagal yang berdampak sistemik. Selanjutnya, LPS harus menjual seluruh saham bank yang diperoleh dari penyertaan modal sementara (PMS) secara terbuka dan transparan.
Mengenai pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya, LPS mempunyai hak untuk menggantikan posisi nasabah penyimpan tersebut (hak subrogasi) dalam pembagian hasil likuidasi bank. Pemberian kewenangan dan hak tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan tingkat pemulihan (recovery rate) bagi LPS, sehingga keberlangsungan kegiatan penjaminan simpanan sanggup terus dijaga.
Lembaga Penjamin Simpanan juga mempunyai fungsi, wewenang dan juga kiprah tersendiri yang bertujuan untuk kenyamanan nsabah. Diantara funsi, wewenang dan kiprah dari LPS sebagai mana disebutkan dalam Undang-Undang adalah:
Fungsi dari Lembaga Penjamin Simpanan :
1.      Menjamin simpanan para nasabah penyimpan
2.      Turut aktif dalam memelihara stabilitas system perbankan sesuai kewenangan.
Sejak tangal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin oleh LPS maksimum 100 juta per nasabah per bank. Yang meliputi pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank mempunyai simpanan  dari 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayar dari hasil s likuidasi bank tersebut. Tujuan kebijakan public penjaminan LPS tersebut yaitu untuk melindungi simpanan nasabah kecil lantaran berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember 2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari 100 juta meliputi lebih dari 98% rekening simpanan. Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, pemerintah kemudian mengeluarkan perpu No. 3 tahun 2008 ihwal perubahan atas Undang-Undang nomor 24 tahun 2004 ihwal Lembaga penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp. 2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah). Perpu ini sanggup diubahsuaikan kembali apabila krisis global meluas atau mereda.

Sementara dalam menjalankan sifat-sifatnya Lembaga Penjamin Simpanan mempunyai kiprah sebagai berikut :
1.      Merumuskan dan memutuskan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2.       Melaksanakan penjaminan simpanan
3.      Merumuskan dan memutuskan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas system keuangan.
4.      Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan penyelesaian Bank gagal yang tidak berdampak sistematik. Melaksanakan penanganan Bank gagal yang berdampak sistematik.
Lembaga Pejamin Simpanan juga sanggup melaksanakan penyelesaian dan penanganan Bank gagal dengan kewenagan:
1.      Menetapkan dan memungut prremi penjaminan.
2.      Menetapkan dan memungut konstribusi pada ketika bank pertama kali menjadi peserta.
3.      Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan.
4.      Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil peemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar keberhasilan bank.
5.      Melakukan rekonsiliasi, verifikasi dan atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
6.      Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7.      Menunjuk, menguaskan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS melaksanakan sebagian dari kiprah tertentu.
8.      Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat ihwal penjamin simpanan.
9.      Menjatuhkan hukuman administrative

C.     Tujuan Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang menjadikan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memperlihatkan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 ihwal "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 ihwal "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang sanggup menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas mengakibatkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan biar tetap membuat rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, kegiatan penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan bertujuan untuk menumbuhkan kembali rasa aman masyarakat untuk bertransaksi dengan bank dalam hal simpanan sehingga muncul kembali rasa kepercayaan mereka terhadap bank.

       2.5  Syarat, Peserta, dan Simpanan yang sanggup dijamin di LPS.
A.    Syarat Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Selain memenuhi besaran nilai simpanan yang dijamin, nasabah juga perlu memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank
2.      Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga masuk akal yang ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak mendapatkan imbalan yang tidak masuk akal dari bank
3.      Nasabah tidak melaksanakan tindakan yang merugikan bank, contohnya mempunyai kredit macet di bank tersebut

B.     Peserta Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Sesuai Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ihwal Perbankan, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibuat LPS.
Dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa setiap bank yang melaksanakan kegiatan perjuangan di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.

C.     Simpanan yang sanggup dijaminkan
1.      Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
2.      Simpanan nasabah Bank berdasarkan Prinsip Syariah.
3.      Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang berasal dari masyarakat, termasuk yang berasal dari bank lain.
4.      Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu Bank yaitu hasil  penjumlahan saldo seluruh rekening Simpanan nasabah pada Bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (joint account)
5.      Untuk rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang diperhitungkan  bagi satu nasabah yaitu saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara  prorata dengan jumlah pemilik rekening. 
6.      Dalam hal nasabah mempunyai rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain (beneficiary) yang  bersangkutan.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel