Contoh Makalah Motivasi Dan Kepuasan Kerja
7 Januari 2018
Makalahmanajemen.com- kali ini kita akan membahas tentang tema manajemen sumber daya manusia dalam bidang manajemen kinerja dan kompetensi. Makalah ini berjudul motivasi dan kepuasan kerja. Makalah ini membahas tentang teori motivasi dan kepuasan kerja, cara mengukur kepuasan kerja, dan cara karyawan mengungkapkan ketidakpuasan.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Karyawan merupakan aset perusahaan yang sangat berharga yang harus dikelola dengan baik oleh perusahaan semoga sanggup memperlihatkan donasi yang optimal. Salah satu hal yang harus menjadi perhatian utama perusahaan yakni kepuasan kerja para karyawannya, alasannya yakni karyawan yang dalam bekerja mereka tidak mencicipi kenyamanan, kurang dihargai, tidak bisa menyebarkan segala potensi yang mereka miliki, maka secara otomatis karyawan tidak sanggup fokus dan berkonsentrasi secara penuh terhadap pekerjaannya.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat. Demikian pula sebaliknya, semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang tidak sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, semakin rendah tingkat kepuasan yang didapat. Kepuasan kerja yakni keadaan emosional yang menyenangkan dengan bagaimana para pekerja memandang pekerjaan mereka. Aspek–aspek yang sanggup membentuk kepuasan kerja karyawan antara lain : faktor individual (umur, jenis kelamin, sikap langsung terhadap pekerjaan), faktor kekerabatan antar karyawan (hubungan antar manajer dan karyawan, kekerabatan sosial antara sesama karyawan, sugesti dari sahabat sekerja, faktor fisik dan kondisi kawasan kerja, emosi dan situasi kerja) faktor eksternal (keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan). Aspek tersebut memperlihatkan motivasi semoga kepuasan kerja tercapai bagi karyawan. Dan yang berkewajiban memenuhi tercapainya kepuasan kerja tersebut yakni setiap pimpinan perusahaan, alasannya yakni kepuasan kerja merupakan faktor yang diyakini sanggup memotivasi semangat kerja karyawan semoga karyawan sanggup memperlihatkan hasil yang terbaik bagi perusahaan sehingga kinerja perusahaan sanggup ditingkatkan.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat. Demikian pula sebaliknya, semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang tidak sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianut individu, semakin rendah tingkat kepuasan yang didapat. Kepuasan kerja yakni keadaan emosional yang menyenangkan dengan bagaimana para pekerja memandang pekerjaan mereka. Aspek–aspek yang sanggup membentuk kepuasan kerja karyawan antara lain : faktor individual (umur, jenis kelamin, sikap langsung terhadap pekerjaan), faktor kekerabatan antar karyawan (hubungan antar manajer dan karyawan, kekerabatan sosial antara sesama karyawan, sugesti dari sahabat sekerja, faktor fisik dan kondisi kawasan kerja, emosi dan situasi kerja) faktor eksternal (keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan). Aspek tersebut memperlihatkan motivasi semoga kepuasan kerja tercapai bagi karyawan. Dan yang berkewajiban memenuhi tercapainya kepuasan kerja tersebut yakni setiap pimpinan perusahaan, alasannya yakni kepuasan kerja merupakan faktor yang diyakini sanggup memotivasi semangat kerja karyawan semoga karyawan sanggup memperlihatkan hasil yang terbaik bagi perusahaan sehingga kinerja perusahaan sanggup ditingkatkan.
Dalam pembahasan wacana sikap individu, konsep yang paling banyak mendapat perhatian dari pakar ilmu organisasional yakni motivasi. Dengan memandang sekilasberbagai organisasi maka kita akan sanggup melihat bahwa beberapa orang tertentu bekerja lebih keras daripada yang lain. Seseorang yang memilki kemampuan istimewa mungkin prestasinya dikalahkan oleh orang lain yang sebenarnya kurang berbakat. Nah, mengapa orang – orang menampilkan tingkat perjuangan yang berbeda dalam kegiatan yang berbeda ? mengapa orang – orang tertentu nampak mempunyai motivasi yang tinggi sementara yang lain tidak ? pertanyaan – pertanyaan iniliah yang akan dijawab dalam makalah ini. Hal ini pulalah penulis sangat tertarik untuk mengambil makalah dengan judul “Motivasi dan Kepuasan Kerja”.
1.2 Rumusan Makalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan dilema dalam penulisan makalah ini yakni :
1. Apa saja teori motivasi dan kepuasan kerja ?
2. Bagaimana cara mengukur kepuasan kerja ?
3. Bagaimana cara karyawan mengungkapkan ketidakpuasan ?
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni sebagai berikut :
1. Menyelesaikan kiprah mata kuliah dengan judul Motivasi dan Kepuasan Kerja.
2. Menjelaskan pengertian motivasi dan kepuasan kerja.
3. Menjelaskan aspek – aspek kepuasan kerja.
4. Memahami beberapa teori motivasi.
5. Mengidentifikasi pengukuran kepuasan kerja.
BAB II
Pembahasan
Pembahasan
2.1 Pengertian Motivasi
Salah satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pertolongan motivasi (daya perangsang) kepada pegawai, dengan istilah terkenal kini pertolongan kegairahan bekerja kepada pegawai dengan memanfaatkan pegawai yang memberi manfaat kepada perusahaan. Maksud manfaat disini yakni tercapainya tujuan perusahaan. Ini berarti bahwa setiap pegawai yang memberi kemungkinan bermanfaat ke dalam perusahaan, diusahakan oleh pemimpin semoga kemungkinan itu menjadi kenyataan. Usaha untuk merealisasi kemungkinan tersebut ialah dengan jalan memperlihatkan motivasi, alasannya yakni motivasi inilah yang menentukan sikap pegawai untuk bekerja atau dengan kata lain sikap merupakan cerminan yang sederhana dari motivasi. Motivasi ini dimaksudkan untuk memperlihatkan daya perangsang kepada pegawai yang bersangkutan semoga pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya.
Motivasi berasal dari kata Latin movere (Hasibuan,2003) yang berarti dorongan atau gerakkan. Sedangkan motif merupakan suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, semoga mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Menurut G.R. Terry, dalam Hasibuan (2003) mengemukakan bahwa motivasi yakni keinginnan yang trdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melaksanakan tindakan-tindakan.
Motivasi berdasarkan Robbins S.P.(2006) merupakan proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam perjuangan mencapai sasaran.
Dari beberapa pengertian di atas, maka motivasi itu sanggup dilihat dari dua segi yang berbeda, namun merupakan suatu kesatuan yang tidak sanggup dipisahkan, yakni: Pertama, dilihat dari segi dinamikan individu, motivasi dilihat sebagai suatu perjuangan positif dalam menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan daya serta potensi sumberdaya insan dari suatu organisasi, semoga secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kedua, dilihat dari segi statis, motivasi dilihat sebagai kebutuhan sekaligus juga sebagai perangsang untuk sanggup menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi dan daya kerja insan kearah yang diinginkan.
Dengan demikian sanggup dikatakan bahwa motivasi intinya yakni kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memperlihatkan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan.
Kaprikornus motivasi, baik bagi seorang pimpinan organisasi ataupun bagi individu sebagai anggota organisasi, meliputi kerja keras semoga setiap kegiatan sanggup terselesaikan secaa efektif, kemudian mempertahankan kondisi kerja keras tersebut semoga dalam setiap kondisi organisasi anggota tetap mempunyai motivasi yang berpengaruh dalam bekerja, serta tercapainya setiap target dan tujuan yang sudah ditetapkan.
Kaprikornus motivasi, baik bagi seorang pimpinan organisasi ataupun bagi individu sebagai anggota organisasi, meliputi kerja keras semoga setiap kegiatan sanggup terselesaikan secaa efektif, kemudian mempertahankan kondisi kerja keras tersebut semoga dalam setiap kondisi organisasi anggota tetap mempunyai motivasi yang berpengaruh dalam bekerja, serta tercapainya setiap target dan tujuan yang sudah ditetapkan.
2.2 Pendekatan Motivasi
1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini selalu dikaitkan dengan Frederick Taylor dan administrasi ilmiah. Menurut pendekatan ini motivasi seseorang didorong oleh keinginannya untuk memperoleh gaji/uang. Manajer menentukan cara yang paling efisien untuk melaksanakan pekerjaan berulang dan memotivasi karyawan dengan sistem intensif upah. Manajer dianggap lebih tahu dari karyawan, karyawan pada umumnya malas bekerja, tetapi dengan didorong intensif upah, karyawan mau bekerja.
2. Pendekatan Hubungan Manusia (Human Relation)
Pendekatan ini sering kali dihubungkan dengan Elton Mayo dan para peneliti lain yang sezaman. Menyatakan bahwa kebosanan dan pengulangan banyak sekali kiprah merupakan faktor yang menurunkan motivasi. Manajer sanggup memotivasi karyawan dengan memperlihatkan kebutuhan sosial serta dengan menciptakan mereka merasa bermanfaat dan penting, contohnya pertemuan pengajian, kegiatan arisan.
3. Pendekatan Human Resource Management
Pendekatan ini sering kali dihubungkan oleh Douglas McGregor yang menyatakan bahwa kepentingan karyawan harus diperhitungkan, dengan kata lain tanggung jawab terhadap perkerjaan, penyelesaian pekerjaan, dan prestasi kerja merupakan sumber motivasi penting yang haus diperhitungkan untuk mendorong karyawan.
2.3 Teori Motivasi
1. Teori-teori motivasi pada Zaman Dahulu
Tiga teori khusus dirumuskan selama periode ini, yang meskipun diserang habis-habisan dan diragukan validitasnya, mungkin masih merupakan penjelasan-penjelasan mengenai motivasi karyawan yang paling terkenal. Berikut ini yakni tiga teori motivasi pada zaman dahulu.
a. Hierarki Teori Kebutuhan. Teori motivasi yang paling terkenal yakni hieraki kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia menciptakan hipotesis bahwa dalam setiap diri insan terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu:
1. Fisiologis, meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya
2. Rasa aman. Meliputi rasa ingin dilindingu dari ancaman fisik dan emosional
3. Social, meliputi rsa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan
4. Penghargaan, meliputi faktor-faktor penghargaan internal sepertihormat diri, otonomi, dan pencapaian, dan faktor-faktor penghargaaneksternal menyerupai status, pengakuan, dan perhatian
5. aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi seseorang sesuaikecakapannya, meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang,dan pemenuhan diri sendiri dari sudut motivasi, teori tersebut menyampaikan bahwa meskipun tidak adakebutuhan yang benar-benar dipenuhi, sebuah kebutuhan yang padadasarnya telah dipenuhi tidak lagi memotivasi. Jadi, bila ingin memotivasiseseorang, berdasarkan Maslow, Anda harus memahami tingkat hierarki dimana orang tersebut berada dikala ini dan focus untuk memenuhikebutuhan-kebutuhan di atau di atas tingkat tersebut.
b. Teori X dan Teori Y. Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan nyata mengenai manusia. Pandangan pertama intinya negative, disebut teori X, dan yang kedua intinya positif, disebut teori Y. Setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk sikap mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Menurut Teori X, empat perkiraan yang dimiliki oleh manajer adalah:
1. Karyawan intinya tidak menyukai pekerjaan dan sebisamungkin berusaha untuk menghindarinya-
2. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa,dikendalikan, atau diancam dengan eksekusi untuk mencapai tujuan
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintahformal bila mungkin-
4. Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lainterkait pekerjaan dan memperlihatkan sedikit ambisi.
Sedangkan, Teori Y juga mempunyai empat perkiraan positif, yaitu:-
1. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, sepertihalnya istirahat atau bermain
2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untukmencapai banyak sekali tujuan
3. Karyawan bersedia mencar ilmu untuk menerima, bahkan mencari, tanggung jawab
4. Karyawan bisa menciptakan banyak sekali keputusan inovatif yangdiedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen
c. Teori Dua Faktor
Teori ini dikemukakan oleh seorang psikolog berjulukan Frederick Herzberg. Dengan keyakinan bahwa kekerabatan seorang individu dengan pekerjaan yakni fundamental dan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan bisa dengan sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan, Herzberg menyidik pertanyaan tersebut, “Apa yang diinginkan individu dari pekerjaan-pekerjaan mereka?” Ia meminta individu untuk mendeskripsikan, secara mendetail, situasi-situasi dimana mereka merasa luar biasa baik atau jelek dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Respons-respons ini kemudian ditabulasi dan dikategorikan.
2. Teori-teori Motivasi Kontemporer
Teori-teori sebelumnya memang terkenal, namun tidak memperlihatkan hasilyang baik sehabis investigasi menyeluruh. Berikut ini yakni teori-teori kontemporer, di mana teori-teori berikut menggambarkan kondisi pemikiransaat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
a. Teori Kebutuhan McClelland. Teori yang menyatakan bahwa pencapaian, kekuatan, dan kekerabatan yakni tiga kebutuhan penting yang membantu menjelaskan motivasi.Teori ini dikembangkan oleh David McClelland, yang didefiniskan berikut ini.
- Kebutuhan pencapaian: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil
- Kebutuhan kekuatan: kebutuhan untuk menciptakan individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya
- Kebutuhan hubungan: keinginan untuk menjalin suatu kekerabatan antar personal yang ramah dan akrab
b. Teori Evaluasi Kognitif. Teori ini menjelaskan bahwa pengenalan penghargaan ekstrinsik, sepertiimbalan kerja, untuk perjuangan kerja yang sebelumnya memuaskan secara intrinsic alasannya yakni kesenangan yang berafiliasi dengan isi dari pekerjaan itu sendiri cenderung menurunkan seluruh motivasi. Perkembangan teori penilaian koginitif baru-baru ini yakni indeks diri ,yang mempertimbangkan tingkat hingga mana alasan-alasan seseorang untuk mengejar suatu tujuan konsisten dengan minat dan nilai-nilai intimereka. Sebagai contoh, apabila para individu mengejar tujuan-tujuan alasannya yakni minat intrinsic, cenderung mencapai tujuan-tujuan mereka dan merasa bahagia meskipun mereka tidak mencapai tujuan-tujuan tersebut.
c. Teori Penentuan Tujuan. Teori bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit dengan umpan balik,menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Teori ini mengisyaratkan bahwaseorang individu berkomitmen pada tujuan tersebut, yang berarti, seorang individu menetapkan untuk tidak merendahkan atau megabaikan tujuan tersebut.
d. Teori Efektivitas Diri. Teori ini merujuk pada keyakinan seorang individu bahwa ia bisa mengerjakan suatu tugas. Semakin tinggi efektifitas diri Anda, semakin tinggi rasa percaya diri yang Anda miliki dalam kemampuan Anda untuk berhasil dalam suatu tugas. Selain itu, individu yang mempunyai efektivitas diri yang tinggi sepertinya merespons umpan balik negative dengan perjuangan dan motivasi yang lebih tinggi.
e. Teori Penguatan. Teori di mana sikap merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Dalam teori ini, kita mempunyai sebuah pendekatan perilaku, yang menunjukkan bahwa penguatan memengaruhi perilaku. Teori ini mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apayan terjadi pada seseorang ketika ia melaksanakan tindakan.
f. Teori Keadilan. Teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan. Selain itu, yakni penting untuk memerhatikan bahwa ketika sebagian besar penelitian tentang teori keadilan berfokus pada imbalan kerja, karyawan sepertinya mencari keadilan dalam distrivusi penghargaan organisasional yang lain.
g. Teori Harapan. Teori impian dari Victor Vroom memperlihatkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung padakekuatan dari suatu impian bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.Teori ini berfokus pada tiga hubungan, yaitu:
1. Hubungan perjuangan Kinerja
2. Hubungan kinerja Penghargaan
3. Hubungan penghargaan tujuan-tujuan pribadi
Teori impian membantu menjelaskan mengapa banyak pekerja tidak termotivasi dalam pekerjaan-pekerjaan mereka dan hanya melakukanusaha minimum untuk mencapai sesuatu.
2.4 Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan bentuk perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, situasi kerja dan kekerabatan dengan rekan kerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki oleh seorang karyawan, dimana mereka sanggup berinteraksi dengan lingkungan kerjanya sehingga pekerjaan sanggup dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan perusahaan. Menurut Handoko(2000:193) ”Kepuasan kerja (job satisfaction) yakni keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
Banyak faktor yang sanggup menjadi penentu bagi kepuasan pegawai, salah satunya yakni pekerjaan itu sendiri. Hackman dan Oldham menguraikan yang dikutip Robbins (2001:447), inti dari pekerjaan yakni sebagai berikut :
1. Skill Varienty Semakin banyak variasi kiprah yang dilakukan oleh pegawai dalam pekerjaannya, semakin menantang pekerjaan bagi mereka.
2. Task Identity Sejauh mana pekerjaan menuntut diselesaikannya suatu pekerjaan yang utuh dan sanggup dikenali.
3. Task Significane Sejauh apa dampak pekerjaan yang dilakukan sanggup mempengaruhi pekerjaan atau bahkan kehidupan orang lain. Hal ini akan membawa dampak penghargaan psikologis.
4. Autonomy Sejauh mana pekerjaan memberi kebebasan , ketidakketergantungan, dan keleluasaan untuk memngatur agenda pekerjaannya, menciptakan keputusan dan menentukan mekanisme pekerjaan yang dipakai.
5. Feedback Sejauh mana pelaksanaan kegiatan pekerjaan menghasilakan informasi bagi individu mengenai keefektifan kinerjanya. Kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh balasan terhadap nilai intrinsic dan extrinsic reward. Yang dimaksud dengan nilai intrinsic reward yaitu timbulnya suatu perasaan dalam diri pegawai alasannya yakni pekerjaan yang dilakukan. Yang termasuk dalam extrinsic reward yakni perasaan suka akan pekerjaannya, rasa tanggung jawab, tantangan dan pengakuan. Extrinsic reward yakni situasi yang terjadi diluar pekerjaan, contohnya alasannya yakni bekerja dengan baik sesuai dengan apa yang diharapka oleh perusahaan, maka pegawai mendapatkan upah, gaji, dan bonus.
2.5 Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja akan dikemukakan enam orientasi umum terhadap kepuasan kerja, yang kesemuanya mencari landasan wacana proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja serta menggambarkan proses yang menentukan kepuasan kerja bagi individu.
1. Teori Ketidaksesuaian. Menurut Locke kepuasan atau ketidakpuasan dengan aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang “diinginkan” dari karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diharapkan untuk memenuhi kebutuhan anda. Seseorang akan terpuaskan kalau tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar ketidakpuasannya, Jika lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang diterima secara minimal dan kelebihannya menguntungkan (misalnya : upah ekstra, jam kerja yang lebih lama) orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan. Proter mendefiniskan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang “seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”. Konsepsi ini intinya sama dengan model Locke, tetapi “apa yang seharusnya ada” berdasarkan Locke berarti pengutamaan yang lebih banyak pada pertimbangan-pertimbangan yang adil dan kekurangan atas kebutuhan-kebutuhan alasannya yakni determinan dari banyaknya faktor pekerjaan yang lebih disukai. Studi Wanous dan Laler menemukan bahwa para pekerja memperlihatkan balasan yang berbeda-beda berdasarkan bagaimana kekurangan/selisih itu didefinisikan. Keduanya menyimpulkan bahwa orang mempunyai lebih dari satu jenis perasaan terhadap pekerjaannya, dan tidak ada “cara yang terbaik” yang tersedia untuk mengukur kepuasan kerja. Kesimpulannya teori ketidaksesuaian menekankan selisih antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi konkret (kenyataan), kalau ada selisih jauh antara keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka orang menjadi tidak puas. Tetapi kalau kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas.
2. Teori Keadilan (Equity Theory). Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi yang mendasari seorang bekerja akan menganggap fair dan masuk nalar insentif dan laba dalam pekerjannya. Teori ini telah dikembangkan oleh Adam dan teori ini merupakan variasi dari teori proses perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini yakni “input”, „hasil”, „orang bandingan” dan „keadilan dan ketidak adilan‟. Input yakni sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, menyerupai : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya perjuangan yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan langsung yang dipergunakan untuk pekerjaannya. Hasil yakni sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaanya, menyerupai : upah/gaji, laba sampingan, simbul status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri. Menurut teori ini, seorang menilai fair jadinya dengan membandingkan jadinya : rasio inputnya dengan hasil : rasio input seseorang/sejumlah orang bandingan. Orang bandingan mungkin saja dari orang-orang dalam organisasi 29 maupun organisasi lain dan bahkan dengan dirinya sendiri dengan pekerjaanpekerjaan pendahulunya. Teori ini tidak memerinci bagaimana seorang menentukan orang bandingan atau berapa banyak orang bandingan yang akan digunakan. Jika rasio hasil : input seorang pekerja yakni sama atau sebanding dengan rasio orang bandingannya, maka suatu keadaan adil dianggap ada oleh para pekerja. Jika para pekerja menganggap perbandingan tersebut tidak adil, maka keadaan ketidakadilan dianggap adil. Ketidakadilan merupakan sumber ketidak puasan kerja dan ketidak adilan menyertai keadaan tidak berimbang yang menjadi motif tindakan bagi seseorang untuk menegakkan keadilan. Tabel berikut ini merinci kondisi-kondisi dimana ketidakadilan alasannya yakni kompensasi lebih, dan ketidakadilan alasannya yakni kompensasi kurang, menganggap bahwa input total dan hasil total dikotomi pada skala nilai sebagai „tinggi” atau „rendah”. Tingkat ketidakadilan akan ditentukan atas dasar besarnya perbedaan antar rasio hasil : input seseorang pekerja dengan rasio hasil : input orang bandingan, dianggap semakin besar ketidakadilan. Teori keadilan mempunyai implikasi terhadap pelaksanaan kerja para pekerja disamping terhadap kepuasan kerja. Teori ini meramalkan bahwa seorang pekerja akan mengubah input usahanya bila tindakan ini lebih layak daripada reaksi lainnya terhadap ketidakadilan. Seorang pekerja yang mendapat kompensasi kurang dan dibayar penggajian berdasarkan jam kerja akan menjadikan keadilan dengan menurunkan input usahanya, dengan demikian mengurangi kualitas atau kuantitas dari pelaksanaan kerjanya, Jika seorang pekerja mendapatkan kompensasi kurang dari porsi substansinya honor atau upahnya terkait pada kualitas pelaksanaan kerja (misalnya upah perpotong) ia akan meningkatkan pendapatan insentifnya tanpa meningkatkan usahanya. Jika pengendalian kualitas tidak ketat, pekerja biasanya sanggup meningkatkan kuantitas outputnya tanpa perjuangan ekstra dengan mengurangi kualitasnya. Kesimpulannya teori keadilan ini memandang kepuasan yakni seseorang terhadap keadilan atau kewajaran imbalan yang diterima.
3. Teori Dua Faktor. Teori ini diperkenalkan oleh Herzberg dalam tahun 1959, berdasarkan atas penelitian yang dilakukan terhadap 250 responden pada sembilan buah perusahaan di Pittsburg. Dalam penelitian tersebut Herzberg ingin menguji kekerabatan kepuasan dengan produktivitas. Menurut Herzberg dalam Sedarmayanti (2001) menyebarkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor wacana motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan fakor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain:
a. Prestasi yang diraih (achievement),
b. Pengakuan orang lain (recognition),
c. Tanggungjawab (responsibility),
d. Peluang untuk maju (advancement),
e. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self),
f. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth).
Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan kawasan pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi:
a. Kompensasi,
b. Keamanan dan keselamatan kerja,
c. Kondisi kerja,
d. Status,
e. Prosedur perusahaan,
f. Mutu dari supevisi teknis dari kekerabatan interpersonal di antara teman, sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.
Kesimpulannya dalam teori dua faktor bahwa terdapat factor Pendorong yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga membawa kepuasan kerja, dan yang kedua faktor yang sanggup menjadikan ketidak puasan kerja. Kepuasan kerja yakni motivator primer yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, sebaliknya ketidakpuasan intinya berkaitan dengan memuaskan anggota organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan dengan lingkungan. Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaanya akan mempunyai sikap yang positif dengan pekerjaan sehingga akan memacu untuk melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, sebaliknya adanya kemangkiran, hasil kerja yang buruk, bekerja kurang bergairah, serta prestasi yang rendah. Karyawan akan merasa puas bekerja kalau mempunyai persepsi selisih antara kondisi yang diinginkan dan kekurangan sanggup dipenuhi sesuai kondisi konkret (kenyataan), karyawan akan puas kalau imbalan yang diterima seimbang dengan tenaga dan ongkos individu yang telah dikeluarkan, dan karyawan akan puas kalau terdapat faktor yang penggagas kepuasan kerja (satisfier) lebih lebih banyak didominasi daripada faktor penggagas ketidakpuasan kerja (disatisfier).
2.6 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja sanggup ditunjukan melalui banyak sekali cara, Robins and Judge (2009) menandakan ada 4 respon yang berbeda satu sama lain dalam 2 dimensi yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan klarifikasi sebagai berikut :
1. Exit, Ketidakpuasan ditunjukkan melalui sikap diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi gres atau mengundurkan diri.
2. Voice, Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perjuangan secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan dilema dengan atasan, dan banyak sekali bentuk acara perserikatan.
3. Loyalty, Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, terma¬suk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan administrasi melaksanakan hal yang benar.
4. Neglect, Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasaan kerja yakni :
1. Balas jasa yang adil dan layak.
2. Penempatan yang sempurna sesuai dengan keahlian.
3. Berat ringannya pekerjaan.
4. Suasana dan lingkungan pekerjaan.
5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan
6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam kepemimpinan. Kepemimpinan partisipasi memperlihatkan kepuasan kerja bagi karyawan, alasannya yakni karyawan ikut aktif dalam memperlihatkan pendapatnya untuk menentukan kebijaksanan perusahaan. Kepemimpinan diktatorial menjadikan ketidakpuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.
2.8 Aspek-Aspek Kepuasan Kerja
Aspek aspek Kepuasan kerja yakni sebagai berikut:
1. Aspek Psikologis yang berafiliasi dengan kejiwaandan minat, ketentraman kerja dan sikap kerja, talenta dan ketrampilan dari karyawan.
2. Aspek social berafiliasi dengan interaksi social baik antar sesame karyawan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerja serta kekerabatan dengan anggota keluarga.
3. Aspek fisi berhungbungan dengan kondisi tubuhnya meliputi juga jenis pekerjaanya pengaturan kerja, pengaturan waktu istirahat dan keadaan ruangan, kondisi kesehatan dan umur.
4. Aspek Finasial berafiliasi dengan jaminan ddan kesejatheraan yang melipti system besaran gaji, jaminan social, tunjangan faislitas dan promosi.
BAB III
Penutup
Penutup
3.1 Kesimpulan
Motivasi bukan hanya sanggup diberikan untuk menyemangati diri sendiri atau orang di sekitar kita, tetapi juga sanggup diberikan kepada para karyawan untuk menyebarkan rasa semangat dalam berproduktivitas. Dengan adanya motivasi baik itu berupa uang sebagai honor ataupun penghargaan berupa penganggapan terhadap apa yang terlah dicapai oleh seorang karyawan dalam pekerjaannya.
Dengan adanya motivasi yang diberikan menajer kepada bawahannya, itu akan mendorong bawahan untuk menghasilkan yang terbaik dalam pekerjaannya. Sebaliknya, kalau seorang manajer tidak member penghargaan apapun kepada bawahannya sedangkan bawahannya tersebut sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, maka semangat kerja bawahannya tersebut bertahap akan menurun dan akan berakibat juga pada proses produktivitas.
sikap yakni keadaan diri dalam insan yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memperlihatkan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situas kerja.tersebut sanggup dilakukan terhadap salah satupekerjaannya,penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya.
DAFTAR PUSTAKA
Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.
Susilo Martoyo, 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: BPFE
Hasibuan, Melayu SP, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi: Bumi Aksara