Makalah Pengertian Dan Fungsi Kebijakan

Kali ini makalahmanajemen.com akan berbagi sebuah makalah pengantar manajemen dengan judul Pengertian dan Fungsi Kebijakan. Dalam makalah ini akan membahas tentang pengertian kebijakan dan fungsi kebijakan secara lengkap dan berdasarkan pendapat para ahli yang berkompeten.

Makalah Pengertian Dan Fungsi Kebijakan

 BAB I

PENDAHULUAN



A.     LATAR BELAKANG MASALAH

Kebijakan yakni kata yang mungkin sering kita dengar, kita ucapkan atau bahkan kita lakukan. Namun dalam konteksnya seringkali  kita belum memahami sepenuhnya apa bersama-sama makna atau arti dari kata kebijakan tersebut, maka dari itu kita harus lihat apa bersama-sama makna dari kebijakan. Ada bermacam-macam pendapat yang mengemukakan perihal konsep kebijakan, oleh lantaran itu kita memerlukan akad terlebih dahulu apa yang di maksud dengan kebijakan itu sendiri.

Dalam pemahaman yang lebih definitive bahwa kebijakan (policy) berdasarkan hough (1994) merupakan istilah yang sulit di pahami dan menuntut klarifikasi yang lebih jauh lantaran istilah itu sering di gunakan dalam cara yang berbeda, dan untuk mengambarkan fenomena yang beragam. Proses kebijakan di dasarkan pada perkiraan bahwa kebijakan publik lebih terkait dengan  transformasi konflik kelompok dan nilai-nilai yang mendasarinya. Kebijakan tidak lahir begitu saja melainkan di lahirkan dalam konteks seperangkat nilai yang khusus, tekanan, dan dalam susunan struktur yang khusus, termasuk di dalamya kebutuhan dan aspirasi masyarakat sebagai target kebijakan.

Landasan utama yang mendasari suatu kebijakan yakni pertimbangan budi pikiran manusia. Tentunya suatu kebijakan bukan semata-mata merupakan hasil pertimbangan budi manusia, namun demikian ,akal insan merupakan unsur yang lebih banyak didominasi di dalam mengambil keputusan dari aneka macam opsi dalam pengambilan keputusan kebijakan. Dalam pambahasan makalah kali ini kita akan mengkaji lebih lanjut mengenai makna serta fungsi dari kebijakan itu sendiri.


B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas maka terdapat beberapa permasalahan yang timbul yaitu sebagai berikut :
1.         Apa pengertian kebijakan ?
2.         Apa fungsi kebijakan ?

C.    TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi kiprah mata kuliah Kebijakan dan Regulasi Pendidikan, selain itu juga menyampaikan suatu informasi yang bekerjasama dengan kebijakan yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengertian kebijakan.
2.      Untuk mengetahui fungsi kebijakan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KEBIJAKAN
a.      Arti dan Makna Kebijakan
Kebijakan yakni terjemahan dari kata “wisdom” yaitu suatu ketentuan dari pimpinan yang  berbeda dengan hukum yang ada, yang di kenakan pada seeorang atau kelompok orang tersebut tidak sanggup dan mustahil memenuhi hukum yang umum tadi, dengan kata lain ia sanggup perkecualian (Imron, 1996:17). Artinya wisdom atau kebijakan yakni suatu kearifan pimpinan kepada bawahan atau masyarakatnya. Pimpinan yang arif sebagai pihak yang menentukan kebijakan, sanggup saja pengecualian hukum yang baku  kepada seseorang atau sekelompok orang, jikalau mereka tidak sanggup dan mustahil memenuhi hukum yang umum tadi, dengan kata lain sanggup dikecualian tetapi tidak melanggar aturan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) mengemukakan bahwa kebijakan yakni kepandaian , kemahiran, kebijaksanaan, rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dasar dan dasar planning dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak oleh pemerintah, organisasi dan sebagainya sebagai pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk administrasi dalam mencapai sasaran.
Berikut Pengertian kebijakan berdasarkan bebepara ahli
Istilah kebijakan yang dimaksud dalam buku ini disepadankan dengan kata policy yang dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom) maupun kebajikan (virtues). Budi Winarno dan Sholichin Abdul Wahab sepakat bahwa istilah ‘kebijakan’ ini penggunaannya sering dipertukarkan dengan istilah-istilah lain menyerupai tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, usulan dan grand design. Bagi para policy makers (pembuat kebijakan) dan orang-orang yang menggeluti kebijakan, penggunaan istilah-istilah tersebut tidak menjadikan masalah, tetapi bagi orang di luar struktur pengambilan kebijakan tersebut mungkin akan membingungkan. Seorang penulis mengatakan, bahwa kebijakan yakni prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan.
Menurut Ealau dan Kenneth Prewitt yang dikutip Charles O. Jones, kebijakan yakni sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh sikap yang konsisten dan berulang, baik oleh yang membuatnya maupun oleh mereka yang mentaatinya (a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part of both those who make it and those who abide it).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan definisi kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini sanggup amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang menyerupai ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.
Richard Rose (1969) sebagai seorang pakar ilmu politik menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dimengerti sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak bekerjasama beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan menurutnya dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melaksanakan sesuatu.
Koontz dan O’Donnell (1987) mengemukakan bahwa kebijakan yakni pernyataan atau pemahaman umum yang mempedomani pemikiran dalam mengambil keputusan.
Sedangkan Anderson (1979) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan pecahan dari perencanaan yang mempersiapkan seperangkat keputusan baik yang bekerjasama dengan dana, tenaga, maupun waktu untuk mencapai tujuan.
Campbell mengemukakan kebijakan yakni batasan keputusan memandu masa depan (mann, 1975). Implikasi kebijakan berdasarkan Mann (1975) mempersyarat dua hal. Pertama, sekelompok masalah dengan dengan karakteristik tertentu. Kedua, implikasi dari karakteristik pembuatan kebijakan sebagai suatu proses. Jika di lihat dari sudut pembangunan pendidikan maka implikasi kebijakan pendidikan nasional yakni upaya peningkatan taraf dan mutu kehidupan bangsa dalam berbagi kebudayaan nasional, karenanya dalam pengambilan kebijakan selalu di temukan problem. Adapun karakteristik problem tersebut intinya yakni bersifat publik, sangat konsekuensial, sangat kompleks, di dominasi ketidakpastian, dan mencermiinkan ketidaksepakatan perihal tujuan yang dicapainya.
Rich (1974) mengemukakan bahwa kebijakan tidak hanya mengatur sistem operasi secara internal, tetapi juga menyajikan pengaturan yang bekerjasama dengan fungsi secara definitif di antara sistem.
Menurut poerwadarminta (1984) kebijakan berasal dari kata bijak, yang artinya pandai, mahir, selalu memakai budi budi. Dengan demikian, kebijakan yakni kepandaian atau kemahiran.
Dalam bahasa Arab, dikenal dengan kata arif yang artinya tahu/mengetahui; cerdik/pandai/berilmu. Dengan demikian, seorang yang bijak yakni yang arif, pandai, dan berilmu dalam bidangnya.
Kebijakan yakni rangkaian konsep asas yang menjadi garis dasar dan dasar planning dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak oleh pemerintah, organisasi, dan sebagainya sebagai pernyataan harapan tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk administrasi dalam pencapaian sasaran.
Dengan demikian dari aneka macam pendapat tersebut sanggup di simpulkan bahwa kebijakan (wisdom) yakni kepandaian, kemahiran kebijaksanaan, kearifan, rangkaian konsep, dan asas yang menjadi garis besar dan dasar planning dalam pelaksanaan suatu pekerjaan di dasarkan atas suatu ketentuan dari pemimpin yang berbeda dari hukum yang ada, yang di kenakan pada  seseorang lantaran adanya alasan yang sanggup di terima menyerupai untuk tidak memberlakukan hukum yang berlaku lantaran sesuatu alasan yang kuat.
Menurut Thomas Dye kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melaksanakan sesuatu atau tidak melaksanakan sesuatu. Sementara Lasswel dan Kaplan melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai acara yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek.
 Dari pendapat di atas sanggup di simpulkan bahwa kebijakan mengandung arti :
1.      Hasil produk keputusan yang di ambil bersama.
2.      Adanya formulasi.
3.      Pelaksanaanya yakni orang-orang dalam organisasi.
4.      Adanya prilaku yang konsisten bagi para pengambil keputusan.

Kebijakan penggunaannya sering di sama artikan dengan istilah-istilah lain menyerupai tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan atau rancangan besar. Sedangkan berdasarkan perserikatan bangsa-bangsa kebijakan yakni pedoman untuk bertindak, mencakup pedoman untuk bertindak, mencakup pedoman yang bersifat  sederhana hingga dengan yang kompleks, bersifat umum atau khusus, berdasarkan luas maupun sempit, transparan  maupun kabur (tidak jelas), terperinci maupun global. Dengan demikian pengertian kebijakan sanggup di artikan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu dengan di ikuti dan di laksanakan oleh seorang atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu dengan memproyeksikan program-program.

b.      Model-Model Kebijakan Pendidikan
Beberapa masalah kebijakan tidak sanggup di pahami hanya dengan memakai metodologi kuantitatif, lantaran sifatnya khusus dan unik menyerupai kegiatan pembelajaran, peningakatan kualitas mengajar guru, penataan ruang kelas, supervisi pengajaran, perencanaan pengajaran dan kegiatan lainnya di sekolah. Metodologi  kualitatif di bidang pendidikan sanggup di lakukan dengan mempelajari  permasalahan kebijakan  secara khusus dan secara rinci dan secara kasus per kasus di telusuri dengan pendekatan kualitatif menyerupai administrasi sekolah, administrasi kelas, peningkatan kualitas pengajaran, penggunaan fasillitas dan perlengkapan pembelajaran dan sebagainya. Pendekatan analisis kebijakan intinya berdasarkan Suryadi dan Tilaar (1993:46)[8] mencakup dua pecahan besar yaitu pendekatan deskriptif dan pendekatan normatif dan kenyataan kedua metodologi tersebut di laksanakan dalam kegiatan analisis kebijakan. Istilah tipe-tipe model kebijakan menurut  Dunn (1981:116) terdiri dari enam model di antaranya model deskriptif dan normatif. Walaupun istilahnya berbeda-beda dalam ilmu pengetahuan pendekatannya selalu berkisar diantara kedua jenis tersebut. Untuk menganalisisinya berdasarkan Dunn (1981:111) sanggup di gunakan aneka macam model kebijakan yaitu medel deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolis, model prosedural, model sebagai pengganti dan perspektif.

1.    Model deskriptif
Model deskriptif berdasarkan Suryadi dan Tilaar (1993:46) yakni suatu mekanisme atau cara yang di pergunakan untuk penelitian dalam ilmu pengetahuan baik murni maupun terapan untuk menerangkan suatu tanda-tanda yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan berdasarkan Cohn (1981) model deskriptif merupakan pendekatan positif yang di wujudkan dalam bentuk  upaya ilmu pengetahuan  menyajikan suatu “state of the art”atau keadaan apa adanya dari suatu tanda-tanda yang sedang di teliti dan perlu di ketahui para pemakai. Tujuan model deskriptif oleh Dunn memprediksikan atau menjelaskan sebab-sebab dan konsekwensi dari pilihan-pilihan kebijakan. Model ini di gunakan untuk memantau hasil-hasil dan aksi-aksi kebijakan menyerupai indikator angka partisipasi murni dan angka drop out yang di publikasikan.
Sedangakan pada tingkat satuan pendidikan setiap kepala sekolah bersama guru dan komitme sekolah mempersiapkan seni administrasi perolehan mutu yang rasional berdasarkan dukungan sumber daya yang ada di sekolah dengan menyajikan  keadaan apa adanya. Dengan model deskriptif yakni pendekatan positif yang di wujudkan dalam bentuk upaya ilmu pengetahuan manyajikan suatu “state of the art” atau keadaan apa  adanya dari suatu tanda-tanda yang sedang di teliti dan perlu di ketahui oleh para pemakai. Untuk mendeskripsikan suatu kebijakan memakai mekanisme atau cara untuk penelitian baik murni maupun terapan untuk menerangkan suatu tanda-tanda yang terjadi dalam masyarakat.

2.         Model Normatif
Di antara beberapa  model jenis normatif yang sering di gunakan analisis kebijakan yakni model normatif yang membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum (model antri), pengaturan volume dan waktu yang optimun (model inventaris), dan laba yang optimum pada investasi publik (model biaya manfaat). Karena masalah-masalah keputusan normatif yakni mencari nilai-nilai variable terkontrol (kebijakan) akan menghasilkan manfaat terbesar (nilai), sebagaaimana terukur dalam variabel keluaran yang hendak di ubah oleh para pembuat kebijakan. Pendekatan normatif berdasarkan Suryadi dan Tilaar (1993:47) di sebut juga pendekatan prespektif yang merupakan upaya ilmu pengetahuan menunjukkan suatu norma, kaidah, atau  resep yang sanggup di gunakan oleh pemakai untuk memecahkan suatu masalah. Tujuan model normatif buakan hanya menjelaskan atau memprediksi tetapi juga memberi dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas (nilai). Juga membantu memudahkan para pemakai hasil penelitian, menentukan atau menentukan salah satu cara atau mekanisme yang paling efisien dalam memecahkan suatu masalah.
Model normatif ini tidak hanya memungkinkan analisis atau pengambil kebijakan memperkirakan masa lalu, masa sekarang dan masa mendatang. Pendekatan normatif dalam analisis kebijakan di maksudkan untuk membantu para pengambil keputusan (Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, dan Kepala Sekolah) menyampaikan gagasan hasil pemikiran semoga para pengambil keputusan sanggup memecahkan suatu masalah kebijakan. Pendekatan normatif di tekankan pada rekomendasi serangkaian tindakan yang akan tiba (aksi) yang sanggup menuntaskan masalah-masalh pendidikan yang di butuhkan oleh masyarakat pada semua jenjamg dan jenis pendidikan.
c.       Model verbal
Model lisan dalam kebijakan di dekspressikan dalam bahasa sehari-hari, bukan hanya bahasa logika, simbolis dan matematika sebagai masalah substantif. Dalam memakai model verbal, analisis berstandar pada evaluasi nalar untuk menciptakan prediksi atau penawaran rekomendasi. Penilaian nalar menghasilkan argumen kebijakan, bukan berbentuk nilai-nilai angka pasti. Model lisan secara relatif gampang di komunikasikan di antara para jago dan orang awam, dan biayanya yang murah. Keterbatasan model lisan yakni masalah-masalah yang di pakai untuk menyampaikan prediksi dan rekomendasi bersifat implisit atau tersembunyi,sehingga sulit untuk memahami dan menyelidiki secara kritis argumen-argumen tersebut sebagai keseluruhan, lantaran tidak di dukung informasi atau fakta yang mendasarinya.
d.      Model Simbolis
Model simbolis memakai simbol-simbol matematis untuk menerangkan hubungan antara variabel-variabel kunci yang di percaya menciri suatu  masalah. Prediksi atau solusi yang optimal dari suatu masalah kebijakan di peroleh dari model-model simbolis dengan meminjam dan memakai metode-metode matematika, statistika dan logika. Memang model ini sulit di komunikasikan di antara orang awam, termasuk oleh para pembuat kebijakan, dan bahkan diantara para jago pembuat model sering terjadi kesalah pahaman perihal elemen-elemen dasar dari model tersebut. Kelemahan simpel model simbolis yakni jadinya tidak gampang diinterprestasikan, bahkan diantara para spesialis, lantaran asumsu-asumsinya tidak di nyatakan secara memadai.
Model-model simbolis sanggup memperbaiki keputusan kebijakan, tetapi hanya jikalau premis-premis sebagai pijakan penysun model di buat eksplisit dan jelas. Terlalu sering isi yang pokok menjadi model yang berdasarkan teori dan bukti tidak lebih dari rekonsepsi dan prasangka ilmuwan yang terselubung dalam kekuatan ilmiah dan di hiasi dengan simulasi komputer yang ekstensif.tanpa verivikasi empiris hanya ada sedikit jaminan bahwa hasil praktek semacam itu sanggup dipercaya untuk tujuan kebijakan normatif. Karena itu untuk penentuan kebijakan atas dasar angka-angka kuantitatif tidak cukup memadai untuk melaksanakan prediksi, masih perlu data kualitatif atau fakta-fakta yang real sebagai pertimbangan prediksi dan juga penentuan kebijakan.
e.       Model Prosedural
Model prosedural menampilkan hubungan yang dinamis antara variabel-variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan. Prediksi-prediksi dan solusi-solusi optimal di peroleh dengan cara mensimulasikan dan meneliti seperangkat hubungan yang mungkin, sebagai contoh: pertumbuhan ekonomi, konsumsi energi, angkatan kerja terdidik, penuntasan wajib berguru 9tahun, alokasi anggaran pemerintah untuk pembelajaran, dan suplay masakan dalam tahun-tahun mendatang yang tidak sanggup diterangkan sercara baik, lantaran data-data dan informasiyang di perlukan tidak tersedia. Prosedur simulasi dan penelitian pada umumnya (meskipun tidak harus) diperoleh dengan dukungan komputer, yang diprogram untuk menghasilkan prdiksi-prediksi alternatif di bawah serangkaian konsumsi yang berbeda-beda.
Model prosedural dicatat dengan memanfaatkan model ekspresi yanng simbolis dalam penentuan kebijakan. Perbedaanya, simbolis memakai data nyata untuk memperkirakan hubungan antara variabel-variabel kebijakan dan hasil, sedangkan model prosediran adalam mensimulasikan hubungan antara variabel tersebut. Model prosedural sanggup ditulis dalam bahasa nonteknis yang terpahami, sehingga memperlancar komunikasi antara orang-orang awam. Kelebihannya memungkinkan simulasi dan penelitian yang kreatif, kelemahannya sering mengalami kesulitan mencari data atau argumen yang sanggup memperkuat asumsi-asumsinya, dan biaya model prosedural ini relatif tinggi di banding model lisan dan simbolis.
Pada pemerintah desentralisasi sesuai UU No. 22 tahun 1999 perihal pemerintahan kawasan penggunaan model prosedural ini dalam pengambilan kebijakan ada tiga tatanan yakni untuk memenuhi standar nasional dilakukan oleh Depertemen Pendidikan Nasional, untuk membantu kebutuhan satuan pendidikan pada tingkat regional oleh pemerintah provinsi, dan untuk memenuhi anggaran, sarana dan prasarana, akomodasi dan perlengkapan, dan ketenagaan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Ketiga tataran ini mempunyai hubungan dengan jumlah variabel kebijakan pendidikan, sedangkan muara dari kebijakan pendidikan yakni satuan pendidikan. Untuk hal-hal tersebut diatas mengambarkan bahwa satuan pendidikan bukanlah intitusi penentu kebijakan, tetapi sebagai sarana kebijakan.
f.       Model Sebagai Pengganti dan Perspektif
Pendekatan perspektif berdasarkan Suryadi dan Tilaar (1993:47) merupakan upaya ilmu pengetahuanmenawarkan suatu norma, kaidah atau resep yang sanggup dipakai oleh pemakai memecahkan suatu masalah khususnya masalah kebijakan. Preskipsi atau rekomendasi diidentikan dengan advokasi kebijakan, yang acapkali dipandang sebagai cara pembuat keputusan idiologis atau untuk menghasilkan informasi kebijakan yang relevan dan argumen-argumen yang masuk budi mengenai solusi-solusi yang memungkinkan bagi masalah publik. Makara pengambilan kebijakan bukan atas kemauan atau kehendak para penentu kebijakan, tetapi mempunyai alasan-alasan yang berpengaruh dan kebijakan tersebut memang menjadi kebutuhan publik. Bentuk ekspresi dari model kebijakan lepas dari tujuan, berdasarkan Dunn (1981:115) sanggup di pandang sebagai pengganti (surrogates) atau sebagai perspektif (perspektives).
Model pengganti (surrogates model) di asumsikan sebagai pengganti dari masalah-masalah substantif. Model pengganti mulai disadari atau tidak dari perkiraan bahwa masalah formal yakni representasi yang sah dari masalah yang subtantif. Model perspektif didasarkan pada perkiraan bahwa masalah formal tidak sepenuhnya mewakili secara sah masalah subtantif, sebaliknya model perspektif dipandang sebagai satu dari banyak cara lainyang sanggup dipakai untuk merumuskan masalah subtantif. Pebedaan antara model pengganti dan perspektif yakni pentinga dalam analisis kebijakan publik. Kebanyakan masalah penting cenderung sulit di rumuskan. (ill structured).
Karena kebanyakan struktur masalah kebijakan masalah publik yakni kompleks sehingga penggunaan model pengganti secara signifikan meningkatkan probabilitas kesalahan yaitu memecahkan formulasi yang salah dari suatu maslah dikala harus memecahkan masalah yang tepat. Model formal tidak sanggup dengan sendirinya  memberitahu  apakah memecahkan formulasi masalah kebijakan organisasi yang salah dikala harus memecahkan masalah yang tepat. Untuk tetapkan kibijakan pendidikan baik itu pada tatana nasional, regional, dan satuan pendidikan tentu mengacu pada suatu norma, kaidah atau resep yang sanggup dipakai oleh pemakai memcahkan suatu masalah pendidikan. Hal ini penting, lantaran pemecahan masalah pendidikan ini harus di lakukan dengan tepat, jikalau tentu akan mendpatkan kerugian baik waktu, material dan juga pemyimpangan dari tujuan yang telah di tentukan.

     B.     FUNGSI KEBIJAKAN
    Kebijakan merupakan pedoman untuk menentukan atau melaksanakan acara dan kegiatan, adapun  fungsi dari kebijakan itu sendiri yaitu :

  1. 1.      Memberikan petunjuk, rambu dan signal penting dalam menyusun acara kegiatan.
  2. 2.      Memberikan informasi mengenai bagaimana  srategi akan di laksanakan.
  3. 3.      Memberikan kode kepada pelaksana.
  4. 4.      Untuk kelancaran dan keterpaduan upaya mencapai visi misi target dan tujuan.
  5. 5.       Menyelenggarakan pengelolaan urusan tata usaha.



BAB III
PENUTUP

         A.    KESIMPULAN
Setelah kita membaca perihal pengertian dari kebijakan tersebut maka sanggup di simpulkan bahwa intinya kebijakan (wisdom) yakni kepandaian, kemahiran kebijaksanaan, kearifan, rangkaian konsep, dan asas yang menjadi garis besar dan dasar planning dalam pelaksanaan suatu pekerjaan di dasarkan atas suatu ketentuan dari pemimpin yang berbeda dari hukum yang ada, yang di kenakan pada  seseorang lantaran adanya alasan yang sanggup di terima menyerupai untuk tidak memberlakukan hukum yang berlaku lantaran sesuatu alasan yang kuat.
Kebijakan penggunaannya sering di sama artikan dengan istilah-istilah lain menyerupai tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan atau rancangan besar. kemudian istilah tipe-tipe model kebijakan menurut  Dunn (1981:116) terdiri dari enam model di antaranya model deskriptif dan normatif. Walaupun istilahnya berbeda-beda dalam ilmu pengetahuan pendekatannya selalu berkisar diantara kedua jenis tersebut. Untuk menganalisisinya berdasarkan Dunn (1981:111) sanggup di gunakan aneka macam model kebijakan yaitu medel deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolis, model prosedural, model sebagai pengganti dan perspektif.
Adapun dari fungsi kebijakan yaitu :
1.      Memberikan petunjuk, rambu dan signal penting dalam menyusun acara kegiatan.
2.      Memberikan informasi mengenai bagaimana  srategi akan di laksanakan.
3.      Memberikan kode kepada pelaksana.
4.      Untuk kelancaran dan keterpaduan upaya mencapai visi misi target dan tujuan.
5.      Menyelenggarakan pengelolaan urusan tata usaha.

      B.     SARAN
Demikian makalah yang sanggup penulis sampaikan, tentunya dalam penyusunan makalah ini masih banyak kata-kata atau penyampaian yang kurang terang ataupun dalam penyajiannya yang kurang lengkap, pastinya makalah ini jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran sangatlah penulis harapkan untuk menjadikan pelajaran pada masa mendatang.





DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Ahmad Rusdiana,M.M. 2015. Kebijakan Pendidikan “ dari Filosofi ke Implementasi, BANDUNG : Pustaka Setia
Ir. Agustinus Hermino, S.P., M.Pd. 2014. Kepemimpinan Pendidikan di Era Globallisasi, Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR
Sagala,Syaiful.2009.Administrasi Pendidikan Kontemporer. Cetakan ke 5. Bandung: Alfabeta

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel