Lingkungan Hukum Dalam Pemasaran Internasional

Per definisi, hukum merupakan aturan-aturan yang melaksanakan dalam rangka mengatur tingkah laku individu dalam suatu masyarakat, hubungan diantara mereka, dan hubungan dengan masyarakat secara keseluruhan.

Lingkungan Hukum Dalam Pemasaran Internasional

A. Sistem Hukum Internasional

Secara garis besar, ada dua macam sistem hukum internasional, yaitu common law dan code law (statute law atau civil law). Kedua sistem ini memiliki perbedan cukup signifikan commen law yang dikembangkan di Inggris merupakan sistem hukum yang didasarkan pada preseden, kebiasan/konvensi masa lalu, dan interpretasi terhadap hukum yang seharusnya diterapkan pada situasi tertentu. Negara-negara yang menerapkan sistem ini terutama adalah Negara-negara anggota persemakmuran, seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, slandia Baru, India, Hong Kong, Pakistan, Singapura, dan Negara-negara bekas koloni Inggris lainya (Chandra, 2004:82-84).


Sementara itu code law adalah sistem hukum yang didasarkan pada aturanaturan legislatif yang tertulis. Code law dikembangkan pertama kali pada zaman Romawi dan hingga saat ini masih banyak diterapkan, misalnya di Perancis, Itali, Jerman, Blanda, Meksiko, Swiss, Jepang, Korea, Thailand, China, Taiwan, dan Indonesia. Dalam code lawI, ada tiga macam hukum yang berlaku, yaitu hukum dagang (commercial law), hukum perdata (civil law), dan hukum pidana (criminal law). 

Tabel Sistem Common Law versus Code Law

COMMON LAW CODE LAW
Berlaku di negara-negara yang pernah menjadi koloni Inggris atau berada di bawah pengaruh Inggris Condes of conduct bersifat inklusif untuk semua kemungkinan aplikasi hukum
Hukum tidak tertulis mencakup semua kemungkinan situasi Aturan disusun untuk aplikasi dagang, perdata, dan pidana
Kasus-kasus diputuskan atas dasar tradisi, praktik yang berlaku umum, dan interprestasi terhadap undangundang Hukum itu sendiri merupakan factor kunci dalam memahami code law
Preseden sangat penting dalam memahami common law

Dalam praktik memang seringkali terjadi tumpang tidih antara kedua sistem hukum ini, tapi ada satu perbedaan pokok di antara keduanya, yaitu dalam hal kebebasan hakim untuk melakukan interpretasi terhadap hukum. Dalam sistem common law, hakim tidak bebas dalam menggunakan pertibangan pribadinya untuk menciptakan atau menginrprestasikan hukum karena hakim harus terikat pada peraturan atau hukum yang tertulis.

Perbedaan lainnya muncul dalam hal pengakuan terhadap hak cipta industrial (industrial property rights) yang mencangkup merek dagang, logo, nama merek, proses produksi paten, dan managerial know-how. Pada negara-negara common law, kepemilikan hak cipta didasarkan pada pratik pemakaian, sedangkan di negara-negara code law kepemilikan didasarkan pada registrasi atau pendaftaran nama maupun proses produksi yang dipatenkan.

Lebih lanjut, berbeda dengan code law yang memberikan struktur administratif tersendiri bagi hukum dagang, sedangkan common law tidak menganggap hukum dagang sebagai entitas khusus. Perbedaan berikutnya menyangkut definisi “acts of God”. Dalam common law, acts of God hanya dibatasi pada bencana banjir, badai, gempa bumi dan bencana alam lainnya, kecuali bila disepakati secara khusus dalam kontrak. Sedangkan dalam code law, “unavoidable interference with performance” (termasuk di dalamnya pemogokkan kerja dan kerusuhan) bisa dikategorikan pula sebagai acts of God. 

B. Strategi Mengatasi Masalah Hukum Internasional

Apabila suatu produk telah melewati hukum batas negara, maka produk itu akan terkena dampak berbagai hukum yang berbeda. Dalam situasi ini, produsen yang bersangkutan harus mematuhi segala macam peraturan dan persyaratan di negara tujuan, walaupun sering dikumpai perlakuan diskriminatif terhadap bisnis dan produk asing. Hukum yang bisa menjadi penghambat untuk memasuki pasar negara tujuan pemasaran meliputi tarif, hukum anti dumping, lisensi ekspor/impor regulasi investasi asing, insentif legal dan hukum pembatasan perdagangan.

Dalam rangka meminumkan masalah-masalah hukum internasional setiap perusahaan global perlu menempuh beberapa strategi, diantaranya memahami dan mempelajari hukum dagang di beberapa Negara; mengapresiasi elemen-elemen kontrak internasional yang baik; menetapkan arbitrasi; dan memahami secara cermat setiap konvensi internasional yang berpengaruh pada bisnisnya (Chandra, 2004:84).

Tabel Strategi meminimisasi masalah hukum internasional


STRATEGI URAIAN
1. Kesadaran dan pemahaman akan hukum dagang di berbagai Negara. Aktivitas-aktivitas komersial yang mungkin dipengaruhi lingkungan hukum yang berbeda meliputi: distribusi, penetapan harga, promosi, pengembangan dan introduksi produk, serta product liability.
2. Pemahaman secara mendalam atas elemanelemen kontrak internasional yang baik Mengunakan syarat-syarat kontrak yang tidak hanya terkait pada suatu budaya.
Unit pengukuran dinyatakan dengan jelas
Menghindari kontrak-kontrak standar/domestic
Menentukan yudikasi bilamana terjadi perselisihan
3. Penetapan arbitrasi. •Klausul arbitrasi mengikat semua pihak yang  terlibat dalam kontrak untuk sepakat membawa perselisihan yang terjadi ke arbitrator sebelum melakukan hukum lainya.
• Alasan-alasan menggunakan arbitrasi meliputi: (1) biaya sistim hukum dan/atau pengadilan asing yang mahal; (2) perusahan assing bisa saja dirugikan dalam sistem peradilan Negara lain; (3) keputusan yang dibuat di suatu Negara sangat sulit diberlakukan atau dilaksanakan di Negara lain; (4) proses pengadilan sangat memakan waktu; dan (5) resiko citra buruk bagi perusahan.
4. Pemahaman secara cermat atas konvensi-konvensi internasional. • Telah ada kesepakatan internasional untuk membakukan dan mengkoordiasikan berbagai regulasi menyangkut bea cukai, pelabelan, karantina, unit pengukuran, dan pajak
• Konvensi internasional yang melindungi hak cipta industrial di pasar luar negeri harus selalu dicermati, misalnya the Paris Convention for the Protection of Industrial Property, the Inter-American Convention, dan the Madrid Arrangement.

Ada beberapa organisasi internasional yang berusaha mengatur bisnis internasional, di antaranya International Monetary Fund (IMF), World Bank, dan World Trade Organizaation (WTO, yang mengantikan GATT). Beberapa contoh bidang hukum internasional dan organisasi internasional yang mengatur antara lain:
  • Perlindungan hak cipta, meliputi paten, merek dagang, proses produksi, dan sebagainya.
  • Pakta dan konvensi PBB, seperti WHO (World Health Organization), ICAO (International Civil Aviation Organization), ITU (International Telecommunication Union), ILO (International Labor Organization), INTERSAT (International Telecommunication Satellite Consortium), dan ISO (International Standards Organization).
  • Pedoman PBB untuk perlindungan konsumen, meliputi jaminan keamanan bagi pelanggan dalam penggunaan produk, perlindungan kepentingan ekonomis konsumen, akses konsumen dalam mendapatkan segala informasi yang dibutuhkan, ketersediaan ganti rugi kepada pelangan, dan kebebasan untuk membentuk kelompok pelangan.
  • Hukum regional, yaitu hukum yang berlaku di wilayah tertentu dan mencakup beberapa Negara yang menjalani kerjasama ekonomi dan/atau politik, misalnya hukum di European Community.


Dalam menjalankan bisnis skala global, ada kalanya muncul masalah atau kesulitan dalam berhubungan dengan orang dan/atau perusahan di Negara lain. 

Konflik yang timbul bisa terjadi dengan pemerintah host country, perusahan di host country, atau MNC yang berasal dari Negara lain (selain home country dan host country). Ada empat alternatif cara pemecahan konflik tersebut, di antaranya: 

1. Negosiasi Langsung

Pihak-pihak yang berselisih paham bernegosiasi langsung secara informal atau musywarah untuk menyelesaikan sendiri permasalahan di antara mereka. 

2. Konsiliasi (Conciliation)

Apabila musywarah gagal menyelesaikan masalah, biasanya langkah selanjutnya yang ditempuh adalah konsiliassi. Konsiliasi merupakan kesepakatan tidak mengikat antara pihak-pihak bersengketa untuk menyelesaikan perselisihan mereka dengan jalan meminta pihak ketiga guna menengai perbedan-perbedan yang terjadi. Konsiliasi bisa dilakukan secara informal maupun formal. Dalam konsilisai informal, kedua belah pihak menyepakati mengenai pihak ketiga yang akan menjadi penenga, sedangkan konsiliasi formal dilakukan dengan bantuhan lembaga khusus (seperti Beijing Conciliation Center) yang akan menentukan satu atau dua konsiliator sebagai penengah.

3. Arbitrasi (Arbitration)

Arbitrasi merupakan proses penyelsaian suatu perselisian/konflik dengan menggunakan pihak ketiga yang netral sebagai ‘hakim atau wasit’ untuk mengambil keputusan yang diharmati pihak-pihak yang bersengketa. Paling tidak ada enam lembaga arbitrasi internasional yang bisa dimintai bantuan: 
a. The International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) yang dibentuk pada tahun 1966 oleh World Bank.
b. The Inter-American Commercial Arbitration Commission yang melayani bisnis dari 21 negara-negara barat Amerika.
c. The International Chember of Commerce (ICC) 
d. The American Arbitration Association (AAA) yang semula dibentuk untuk mengatasi perselisihan antara bisnis di Amerika, namun kemudian diperluas keluar Amerika.
e. The Canadian- AmericanCommercial Arbitration Commission (CACAC) yang hanya melayani masalah bisnis antar Amerika dan Kanada.
f. The London Court of Arbitration yang hanya melayani kasus-kasus yang terjadi di Inggris dan di bawah hukum Inggris.

4. Proses pengadilan (Litigation)

Umumnya cara terahkir ini dihindari oleh pihak-pihak yang berkonflik karena menhabiskan biaya besar dan memakan waktu lama. Selain itu, juga karena beberapa pertimbangan berikut:
a. Kekhawatiran akan timbul citra buruk dan merusak public reation.
b. Kekhawatiran akan perlakuan yang tidak adil di pengadilan Negara asing.
c. Kekhawatiran akan terbukanya rahasia perusahan (seperti informasi keuangan, strategi pemasaran, kebijakan SDM, dan sebagainya).

C. Hukum Investasi Asing di Indonesia

Di Indonesia, pemerintah mengeluarkan beberapa kali Undang-Undang yang  berkaitan dengan Penanaman Modal Asing (PMA) yaitu UU No 1 Tahun 1967 tentang PMA, UU No 11 Tahun 1970 dan terakhir UU No 25 Tahun 2007 tentang PMA. Ada perbedaan konsepsi, ruang lingkup, pelaku, pelaksanaan dan iklim penanaman modal asing di beberapa UU tersebut. Secara umum UU terbaru memberikan ruang gerak yang lebih bebas terhadap investor asing sejalan dengan desakan kesepakatan liberalisasi ekonomi yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia di lingkup regional dan dunia.

Tabel Perbedaan Substansi UU PMA


Substansi UU 1967 dan UU 1970 UU 2007
Investor Badan Usaha Perseorangan dan Badan Usaha
Bidang Terlarang Pelabuhan, tenaga listik, telekomunikasi, pelajaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkit tenaga atom, media massa, senjata, mesiu, alat peledak, peralatan perang senjata, mesiu, alat peledak, peralatan perang
Transfer keuntungan Pemerintah memberikan beberapa kelonggaran di bidang pajak, jika kelonggaran masih diberikan maka transfer keuntungan dilarang Dapat dilakukan sewaktu-waktu kecuali jika sedang bersengketa di pengadilan
Hak Guna Usaha: 95 tahun Bangunan: 80 tahun Pakai: 70 tahun tidak ada aturan eksplisit tapi biasanya 30 tahun

Setidaknya terdapat 3 isu yang dianggap berbeda dalam UU PMA di Indonesia. Kehadiran UU terbaru memicu kontroversi karena dianggap membahayakan kedaulatan bangsa dan tidak berpihak pada investor dalam negeri.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel