Makalah Pegadaian Syariah

Kali ini makalahmanajemen.com akan memberikan sebuah contoh makalah manajemen dengan judul Makalah Pegadaian Syariah. Semoga bermanfaat bagi kita semuanya.

makalah pegadaian syariah

BAB I
PENDAHULUAN


Pada dasarnya insan tidak bisa hidup tanpa pertolongan orang lain, disinilah insan sebagai makhluk social. ratusan tahun sistem ekonomi didunia didominasi oleh sitem bunga hampir setiap perjanjian memakai sitem bunga. Sangat banyak lembaga keuangan syariah dalam mengatur keuangan masyarakat, yang salah satunya ialah Pengadaian Syariah. Yang tidak semata-mata juga turut serta dalam membantu kegitan ekonomi umat.

Pegadaian syariah juga sanggup membantu kasus ekonomi di negara indonesia. dengan sistem pegadaian syariah secara cepat dan berjangka pendek. Dan pegadaian syariah juga memperlihatkan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jikalau nasabah peminjam ingkar janji lantaran ada suatu aset atau barang yang menjadi jaminan.

Di Indonesia belakangan ini mulai banyak perkembangan pegadaian syariah. Pegadaian ialah merupakan tempat di mana masyarakat yang membutuhkan uang tunai bisa tiba meminjam uang dengan barang-barang pribadi sebagai jaminannya. Mungkin masyarakat masih ingat dengan slogan pegadaian dikala ini, “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Jika nasabah meminjam uang tunai ke bank, selain itu nasabah juga harus mempunyai agunan, prosesnya juga bisa memakan waktu berhari-hari, lantaran pengajuan kredit perlu dianalisa terlebih dahulu oleh cuilan kredit di bank tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Pegadaian Syariah


Pegadaian ialah merupakan tempat di mana masyarakat yang membutuhkan uang tunai bisa tiba meminjam uang dengan barang-barang pribadi sebagai jaminannya. Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai ialah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seseorang yang mempunyai utang.

Gadai dalam fiqih disebut juga rahn, berdasarkan bahasa ialah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan keperayaan. Sedangkan berdasarkan syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi sanggup diambil kembali sebagai tebusan.

Rahn merupakan perjanjian utang piutang antara dua atau beberapa pihak mengenai kasus benda dan menahan sesuatu barang sebagai jaminan atau ia bisa mengambil sebagian manfaat barangnya tersebut.

Pengertian lain Ar-Rahn ialah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut mempunyai nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk sanggup mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana sanggup dijelaskan bahwa rahn ialah semacam jaminan utang atau gadai.

Dari beberapa pengertian rahn tersebut, sanggup disimpulkan bahwa rahn merupakan suatu janji utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta berdasarkan pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.


B.     Dasar Hukum Pegadaian


Sebagai tumpuan atau landasan aturan pinjam-meminjam dengan jaminan (borg) ialah firman Allah Swt.berikut.

۞وَإِن كُنتُمۡ عَلَىٰ سَفَرٖ وَلَمۡ تَجِدُواْ كَاتِبٗا فَرِهَٰنٞ مَّقۡبُوضَةٞۖ فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضٗا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِي ٱؤۡتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥۗ وَلَا تَكۡتُمُواْ ٱلشَّهَٰدَةَۚ وَمَن يَكۡتُمۡهَا فَإِنَّهُۥٓ ءَاثِمٞ قَلۡبُهُۥۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ ٢٨٣

Artinya : “jika kau dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kau tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang diterima ketika itu”. (Al-Baqarah: 283)

Diriwayatkan oleh, Ahmad,Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas r.a ia berkata: “Rasulullah Saw. Merungguhkan baju besi kepada seorang yahudi di madinah ketika dia mengutangkan gandum dari seorang yahudi.”

Dari hadis di atas sanggup dipahami bahwa agama islam tidak membeda-bedakan antara orang muslim dan non-muslim dalam bidang muamalah, maka seorang muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun kepada non-muslim.

Perjanjian gadai yang diajarkan dalam al-qur’an dan al-hadits itu dalam pengembangan selanjutnya dilakukan oleh para fuqaha dengan jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan landasan hukumnya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian ulang yang lebih mendalam bagaimana seharusnya pegadaian berdasarkan landasan hukumnya.

Asy-syafi’i menyampaikan Allah tidak menjadikan aturan kecuali dengan barang berkriteria terang dalam serah terima. Jika kriteria tidak berbeda(dengan aslinya), maka wajib tidak ada keputusan. Mazhab Maliki beropini , gadai wajib dengan janji (setelah akad) orang yang menggadaikan (rahn) dipaksakan untuk menyerahkan borg (jaminan) untuk di pegang oleh yang memegang gadaian (murtahin). Jika borg sudah berada ditangan pemegang gadaian (murtahin) orang yang menggadaikan (rahin) mempunyai hak memanfaatkan, berbeda dengan pendapat imam Asy-syafi’i yang mengatakan, hak memanfaatkan berlaku selama tidak merugikan/membahayakan pemegang gadaian.

Mengenai dalil ijma’ ummat Islam setuju (ijma’) bahwa secara garis besar janji rahn (gadai / penjaminan utang) diperbolehkan. Pemberi gadai boleh memanfaatkan barang gadai secara penuh sepanjang tidak menjadikan berkurangnya nilai barang gadai tersebut.

C.    Rukun Gadai Syariah


Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain:

1)      Ar-rahin (yang menggadaikan)

Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan mempunyai barang yang akan digadaikan.

2)      Al-Murtahin(yang mendapatkan gadai)

Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).

3)      Al-Marhun / rahn (barang yang digadaikan)

Barang yang dipakai rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.

4)      Al-Marhun bih (utang)

Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun.

5)      Sighat, Ijab dan Qabul

Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melaksanakan transaksi gadai.


D.    Syarat Gadai Syariah


a.       Rahin dan Murtahin

Pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian rahn, yakni rahin dan murtahin harus mengikuti syarat-syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehat. Kemampuan juga berarti kelayakan seseorang untuk melaksanakan transaksi pemilikan.

b.      Sighat

a)      Sighat dihentikan terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu waktu di masa depan.

b)      Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian utang ibarat halnya janji jualbeli. Maka dihentikan diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu dimasa depan.

c.       Marhun bih (utang)

a)      Harus merupakan hak yang wajib diberikan/diserahkan kepada pemiliknya.

b)      Memungkinkan pemanfaatan. Bila sesuatu menjadi utang tidak bisa dimanfaatkan, maka tidak sah.

c)      Harus dikuantifikasi atau sanggup dihitung jumlahnya. Bila tidak sanggup diukur atau tidak dikuantifikasi rahn itu tidak sah.

d.      Marhun (barang)

Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syara, antara lain:

a.       Harus diperjual belikan

b.      Harus berupa harta yang bernilai

c.       Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah

d.      Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk digadaikan harus berupa barang yang diterima secara langsung

e.       Harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau pegadai) setidaknya harus seizin pemiliknya.


E.     Ketentuan Gadai Barang


Dalam menggadaikan barang di pegadaian syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a.       Barang yang dihentikan dijual dihentikan digadaikan. Artinya barang yang digadaikan diakui oleh masyarakat mempunyai nilai yang bisa dijadikan jaminan.

b.      Tidak sah menggadaikan barang rampasan (di-gasab) atau barang yang dipinjam dan semua barang yang diserahkan kepada orang lain sebagai jaminan. Sebab, gadai bermaksud sebagai epilog utang dengan benda-benda yang digadaikan, padahal barang yang di gasab, dipinjam dan barang-barang yang telah diserahkan kepada orang lain sebagai jaminan tidaklah sanggup dipakai sebagai epilog utang.

c.       Gadai itu tidak sah apabila utangnya belum pasti. Gadai yang utangnya sudah niscaya hukumnya sah, walaupun utangnya belum tetap, ibarat utang akseptor pesanan dalam janji salam terhadap pemesan. Gadai dengan utang yang akan menjadi niscaya juga sah, ibarat harga barang yang masih dalam masa khiar.

d.      Disyaratkan pula biar utang piutang dalam gadai itu diketahui oleh kedua pihak. Ini dikatakan oleh Ibnu Abdan dan pengarang kitab al-istiqsha’ serta Abu Khalaf al-Thabari yang diperkuat oleh Ibnu Rif’ah.

e.       Menerima barang gadai oleh pegadaian ialah salah satu rukun janji gadai atas tetapnya gadaian.  Karena itu, gadai belum ditetapkan selama barang yang digadaikan itu belum diterima oleh pegadaian. Sebagai firman Allah dalam surat Al-baqarah (2): 283, “...maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh orang yang mendapatkan gadaian)”. Allah swt memutuskan barang yang digadaikan itu dipegang oleh akseptor gadaian berarti penerimaan barang tersebut menjadi syarat sahnya.

f.       Seandainya ada orang yang menggadaikan barang namun barang tersebut belum diterima oleh pegadaian, maka orang tersebut boleh membatalkannya. Sebab, gadaian yang belum diterima akan akad-nya masih jaiz (boleh) diubah oleh pihak nasabah sebagaimana masa khiar dalam jual-beli.

g.      Jika barang gadaian tersebut sudah diterima oleh pegadaian, maka janji rahn (gadai) tersebut telah resmi dan tidak sanggup dibatalkan atau ditarik kembali.

Penarikan kembali (pembatalan) janji gadai itu adakalanya dengan ucapan dan adakalanya dengan tindakan. Jika pegadaian memakai barang gadaian itu dalam bentuk perbuatan yang sanggup menghilangkan status kepemilikan, maka batallah janji gadai itu. Sebagai contoh, bila pegadaian menjual barang, menjadikannya sebagai mas kawin atau upah kerja, maka janji gadai menjadi batal. Begitu juga, jikalau barang gadaian di gadaikan lagi kepada orang lain, atau penggadai memperlihatkan barang gadaian tersebut kepada orang lain, maka tindakan penggadai ini menjadikan janji gadai menjadi batal.

Menurut aliran DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 penggadaian syariah harus memenuhi ketentuan umum berikut:

a.       Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) hingga semua hutang yang menyerahkan barang dilunasi.

b.      Marhun dan keuntungannya tetap menjadi milik rahn, dalam konteks ini marhun dihentikan dimanfaatkan oleh murtahin kecuali dengan seizing rahn.

c.       Pemeliharaan dan penyimpanan marhun intinya menjadi kewajiban rahn, namun sanggup juga dilakukan oleh murtahin. Sedangkan biaya pemeliharaan tetap menjadi kewajiban rahn.

d.      Besarnya biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun dihentikan ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

e.       Penjualan marhun

a)      Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahn untuk segera melunasi hutangnya.

b)      Apabila rahn tetap tidak sanggup melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

c)      Hasil penjualan marhun dipakai untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan, dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.[4]

Adapun ketentuan atas persyaratan yang menyertai janji tersebut mencakup :

a)      Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik /batil ibarat murtahin mensyaratkan barang jaminan sanggup di manfaatkan tanpa batas.

b)      Marhun Bih ( pinjaman ). Pinjaman merupakan hak yang wajib di kembalikan kepada murtahin dan bisa di lunasi dengan barang yang di rahn-kan tersebut. Serta, pinjaman itu terang dan tertentu.

c)      Marhun ( barang yang di rahn kan ). Marhun bisa di jual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, mempunyai nilai, terang ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa di serahkan baik bahan maupun manfaatnya

d)     Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di rahn kan serta jangka waktu rahn di menetapkan dalam prosedur.

e)      Rahin dibebani  jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi, penyimpanan, keamanan, dan pengolahan serta administrasi.

Untuk sanggup memperoleh layanan dari pegadaian, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas,berlian,kendaraan,dll ) untuk di titipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf penaksir akan memilih nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan di jadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan ( jasa simpanan ) dan pelapon uang pinjaman yang sanggup di berikan. Taksiran barang yang ditentukan berdasarkan nilai instrinsik dan harga pasar yang telah di menetapkan oleh lembaga pagadaian. Maksimum uang pinjaman yang sanggup di berikan ialah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.

Setelah melalui tahapan ini, pegadaian islam dan nasabah melaksanakan janji dengan kesepakatan:

a)      Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum 4 bulan

b)      Nasabah bersedia membayar jasa simpanan sebesar Rp 90,-( Sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,-per sepuluh hari yang di bayar bersamaan pada dikala melunasi pinjaman.

c)      Membayar biaya manajemen yang besarnya ditetapka oleh pegadaian pada dikala pencaiaran uang pinjaman.[5]


F.     Tujuan Dari Pegadaian


Berikut ialah beberapa tujuan dari adanya perjuangan pegadaian:

  • Membantu orang- orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah
  • Untuk masyarakat yang ingin mengetahui barang yang dimilikinya, pegadaian memperlihatkan jasa taksiran untuk mengetahui nilai barang
  • Menyediakan jasa pada masyarakat yang ingin menyimpan barangnya
  • Memberikan kredit kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan tetap ibarat karyawan
  • Menunjang pelaksana kebijakan dan acara pemerintah dibinang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hokum gadai
  • Mencega praktik ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak masuk akal lainya
  • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah kebawa melalui penyediaan dana atas dasar hokum gadai, dan jasa dibidang keuangan lainya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- seruan yang berlaku
  • Membina perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas dasar aturan gadai kepada masyarakat
  • Di samping penyaluran kredit, maupun usaha- perjuangan lainya  yang bermanfaat terutama bagi pemerintah dan masyarakat
  • Membina pola pengkreditan supaya benar- benar terarah dan bermanfaat, terutama mengenai kredit yang bersifat produktif dan bila perlu memperluas kawasan operasionalnya.


Tujuan utama perjuangan pegadaian ialah untuk mengatasi biar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon atau tukang rentenir yang bunganya relatif tinggi. Perusahaan pegadaian menyediakan pinjaman uang dengan jaminan barang-barang berharga. Meminjam uang ke perum pegadaian bukan saja lantaran prosedurnya yang gampang dan cepat, tetapi lantaran biaya yang dibebankan lebih ringan jikalau dibandingkan dengan para pelepas uang atau tukang ijon. Hal ini dilakukan sesuai dengan salah satu tujuan dari perum pegadaian dalam pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan moto “meyelesaikan kasus tanpa masalah”.

Jika seseorang membutuhkan dana bahwasanya sanggup diajukan ke banyak sekali sumber dana, ibarat meminjam uang ke bank atau lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi, hambatan utamanya ialah prosedurnya yang rumit dan memakan waktu yang relatif lebih lama. Kemudian disamping itu, persyaratan yang lebih sulit untuk dipenuhi ibarat dokumen yang harus lengkap, menciptakan masyarakat mengalami kesulitan untuk memenuhinya. Begitu pula dengan jaminan yang diberikan harus barang-barang tertentu, lantaran tidak semua barang sanggup dijadikan jaminan di bank.

Namun, di perusahaan pegadaian begitu gampang dilakukan, masyarakat cukup tiba ke kantor pegadaian terdekat dengan membawa jaminan barang tertentu, maka uang pinjaman pun dalam waktu singkat sanggup terpenuhi. Jaminannya pun cukup sederhana sebagai pola ialah jaminan dengan jam tangan saja sudah cukup untuk memperoleh sejumlah uang dan hal ini hampir tidak mungkin sanggup diperoleh di lembaga keuangan lainnya.

Keuntungan lain di pegadaian ialah pihak pegadaian tidak mempermasalahkan untuk apa uang tersebut dipakai dan hal ini tentu bertolak belakang dengan pihak perbankan yang harus dibentuk serinci mungkin ihwal penggunaan uangnya. Begitu pula dengan sangsi yang diberikan relatif ringan, apabila tidak sanggup melunasi dalam waktu tertentu. Sangsi yang paling berat ialah jaminan yang disimpan akan dilelang untuk menutupi kekurangan pinjaman yang telah diberikan.

Kaprikornus keuntungan perusahaan pegadaian jikalau dibandingkan dengan lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan lainnya adalah:

·         Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang, yaitu paada hari itu juga, hal ini disebabkan prosedurnyayang tidak berbelit-belit.

·         Persyaratan yang sangat sederhana sehingga memudahkan konsumen untuk memenuhinya

·         Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut dipakai untuk apa, jadi sesuai dengan kehendak nasabahnya.


G.    Manfaat Dari Pegadaian


1)      Bagi Nasabah

·         Manfaat utama yang diperoleh nasabah yang meminjam dari perum pegadaian ialah ketersediaan dana dengan mekanisme yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Disamping itu mengingat itu jasa yang ditawarkan oleh Perum Pegadaian tidak hanya jasa pegadaian, nasabah juga memperolah manfaat sebagai berikut:

·         Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari dari pihak atau institusi yang telah berpengalaman dan sanggup dipercaya.

·         Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang kondusif dan sanggup diandalkan Nasabah yang akan berpergian, merasa kurang kondusif menempatkan barang bergeraknya ditempat sendiri, atau tidak mempunyai sarana penyimpanan suatu barang bergerak sanggup menitipkan suatu barang bergerak sanggup menitipkn barangnya di Perum Pegadaian.

2)      Bagi Perusahaan Pegadaian

Manfaat yang diperlukan Perum Pegadaian sesuai jasa yang diberikan kepada nasabahnya adalah:

a)      Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana.

b)      Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu dari Perum Pegadaian.

c)      Pelaksanaan misi Perum Pegadaian sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian pertolongan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan mekanisme dan cara yang relatif sederhana.

d)     Berdasarkan Beraturan Pemerintah  No. 10 Tahun  1990, keuntungan yang diperoleh oleh Perum Pegadaian dipakai untuk:

·         Dana pembangunan semesta (55%).

·         Cadangan umum (5%).

·         Cadangan tujuan (5%).

·         Dana sosial (20%).


H.    Mekanisme Operasionalisasi Lembaga Gadai Syariah


Mekanisme operasi pegadaian syariah hampir sama dengan pegadaian konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional , pegadaian syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.

Untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya memperlihatkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman sanggup diperoleh dalam waktu yang tidak relatif usang ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.Operasional pegadaian syariah menggambarkan relasi di antara nasabah dan pegadaian.

Adapun teknis operasional pegadaian syariah ialah sebagai berikut:

a)      Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam memperlihatkan pembiayaan.

b)      Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui janji gadai. Akad ini mengenai banyak sekali hal, ibarat kesepakatan biaya gadaian, jatuh tempo gadai dan sebagainya.

c)      Pegadaian syariah mendapatkan biaya gadai, ibarat biaya penitipan, biaya pemeliharaan, penjagaan dan biaya penaksiran yang dibayar pada awal transaksi oleh nasabah.

d)     Nasabah menebus barang yang digadaikan sehabis jatuh tempo


Penghitungan Tarif Jasa Simpanan

·         Emas dan Berlian Taksiran/Rp. 10.000 x Rp. 90 x jangka waktu/ 10 hari

·         Elektronik, mesin jahit, Taksiran/Rp. 10.000 x Rp. 95 x jangka waktu/ 10 hari dan peralatan rumah tangga

·         Kendaraan bermotor Taksiran/Rp. 10.000 x Rp. 100 x jangka waktu/ 10 hari



Teknis pelaksanaan kegiatan pegadaian syariah ialah sebagai berikut:

1)      Jenis barang yang digadaikan

·         Perhiasan : emas, perak, intan, mutiara dan sejenisnya

·         Alat-alat rumah tangga, dapur, makan-minum, kebun, dan sejenisnya

·         Kendaraan ibarat : sepeda ontel, motor, mobil, dan sebagainya


2)      Biaya-biaya

·         Biaya manajemen pinjaman

Untuk transaksi pinjaman ditetapkan sebesar Rp. 50,- untuk setiap kelipatan pinjaman Rp. 5000,-. Biaya ini hanya dikenakan 1 kali di awal akad.

·         Jasa simpanan

Besarnya tarif ditentukan oleh :

Ø  Nilai taksiran barang

Ø  Jangka waktu ditetapkan 90 hari dengan

Ø  Perhitungan simpanan setiap kelipatan 5 hari. Berlaku pembulatan ke atas (1-4 hari dianggap 5 hari).


3)      Sistem cicilan atau perpanjangan

Nasabah (rahin) sanggup melaksanakan cicilan dengan jangka waktu 4 bulan. Jika belum sanggup melunasi dalam waktu tersebut, maka rahin sanggup mengajukan permohonan serta menuntaskan biayanya. Lamanya waktu perpanjangan ialah ± 4 bulan. Jika nasabah masih belum sanggup mengembalikan pinjamannya, maka marhun tidak sanggup diambil.


4)      Proses pelelangan barang gadai

Pelelangan gres sanggup dilakukan jikalau nasabah (rahin) tidak sanggup mengembalikan pinjamannya. Teknisnya harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum tanggal penjualan.

Ketentuan :

·         Untuk marhun berupa emas ditetapkan margin sebesar 2% untuk pembeli.

·         Pihak pegadaian melaksanakan pelelangan terbatas.

·         Biaya penjualan sebesar 1% dari hasil penjualan, biaya pinjaman 4 bulan, sisanya dikembalikan ke nasabah (rahin).

·         Sisa kelebihan yang tidak diambil selama 1 tahun akan diserahkan ke baitul maal.

Berjalannya perjanjian gadai sangat ditentukan oleh banyak hal. Antara lain ialah subyek dan obyek perjanjian gadai. Subyek perjanjian gadai ialah rahin (yang menggadaikan barang) dan murtahin (yang menahan barang gadai). Obyeknya ialah marhun (barang gadai) dan utang yang diterima rahin.

Alternatif mekanisme acara perjanjian gadai dengan memakai tiga janji perjanjian. Ketiga janji perjanjian ini tergantung pada tujuan atau menggadaikan jaminan dilakukan. Ketiga janji tersebut adalah: Akad Al-Qardul Hasan, Akad Mudharabah, dan Akad al-Bai Muqayyadah.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


Pengertian lain Ar-Rahn ialah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut mempunyai nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk sanggup mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana sanggup dijelaskan bahwa rahn ialah semacam jaminan utang atau gadai.

Dalam Islam pegadaian diperbolehkan baik dengan dalil Al Qur’an, As-Sunnah maupun Ijma. Karena tidak ada satu maknapun yang melarang kegiatan tersebut.



DAFTAR PUSTAKA


Sudarsono, Heri, 2013, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi 4, Yogyakarta: EKONISIA.

Suhendi, Hendi, 2010, Fiqih Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers.

Soemitra Andi, 2009, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana.

Huda, Nurul., Mohamad Heykal, 2010,  Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Edisi Pertama, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kasmir, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grapindo Persada.


[1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi 4, (Yogyakarta: EKONISIA, 2013),  h. 172

[2] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 107

[3] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi 4, (Yogyakarta: EKONISIA, 2013),  h. 174-175

[4] Andi Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 390

[5] Nurul Huda dan Mohamad Heykal,Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm 280.

[6] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, Edisi Revisi,(Jakarta: Raja Grapindo Persada,2008), h. 263

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel