Pengertian Quality Control
21 Juli 2018
Beberapa pengertian pengendalian mutu (quality control) yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian mutu (quality control) adalah keseluruhan rangkaian kegiatan yang terpadu secara efektif dan dapat digunakan untuk mengembangkan, melestarikan, dan meningkatkan kualitas dari berbagai usaha (berupa produk maupun jasa) seekonomis mungkin dan sekaligus memenuhi kepuasan. (Dewan Produktivitas Nasional, 1985)
2. Pengendalian mutu (quality control) adalah sistem manajemen yang mengikutsertakan seluruh jajaran pekerja di semua tingkatan, dengan menerapkan konsepsi pengendalian mutu dan metode statistik, untuk mendapatkan kepuasan pelanggan maupun karyawan. (Astra TQC, 1984)
3. Pengendalian mutu (quality control)) merupakan keseluruhan rangkainan terpadu (sistem) yang efektif guna melakukan pengembangan kualitas, menjaga dan meningkatkan mutu kerja, melalui usaha-usaha berbagai kelompok di dalam organisasi, sehingga memungkinkan untuk memproduksi barang/jasa dengan sangat ekonomis, serta untuk memberikan kepuasan kepada konsumen (Stephen, Productivity Series No. 14, APO).
4. Pengendalian mutu (quality control) adalah suatu sistem manajemen yang mengikutsertakan seluruh pimpinan dan karyawan dari semua tingkat jabatan secara musyawarah untuk meningkatkan mutu serta produktivitas kerja dan memberikan kepuasan kepada pelanggan maupun karyawan. (Pusat Produktivitas Nasional, 1985)
Proses pengendalian mutu (quality control)
Menurut Mockler (1972), proses pengendalian mutu dapat diuraikan menjadi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan sasaran
Sasaran pokok proyek adalah menghasilkan produk atau instalasi dengan batasan anggaran, jadwal, dan mutu yang telah ditentukan. Sasaran ini dihasilkan dari suatu perencanaan dasar dan menjadi salah satu faktor pertimbangan utama dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi atau membangun proyek, sehingga sasaran-sasaran tersebut merupakan tonggak tujuan dari kegiatan pengendalian.
2. Lingkup kegiatan
Untuk memperjelas sasaran, maka lingkup proyek perlu didefinisikan lebih lanjut, yaitu mengenai ukuran, batas, dan jenis pekerjaan apa saja (dalam: paket kerja, SPK, RKS) yang harus dilakukan untuk menyelesaikan lingkup proyek keseluruhan.
3. Standar dan kriteria
Dalam usaha mencapai sasaran secara efektif dan efisien, perlu disusun suatu standar, kriteria, atau spesifikasi yang dipakai sebagai tolok ukur untuk membandingkan dan menganalisis pekerjaan. Standar, kriteria, dan patokan yang dipilih dan ditentukan harus bersifat kuantitatif, demikian pula metode pengukuran dan perhitungannya harus dapat memberikan indikasi terhadap pencapaian sasaran, seperti:
a. Berupa satuan uang, seperti anggaran per satuan unit pekerjaan (SRK), anggaran pekerjaan per unit per jam, penyewaan alat per unit per jam, biaya angkutan per ton per km;
b. Berupa jadwal, misalnya waktu yang ditentukan untuk mencapai deadline;
c. Berupa unit pekerjaan yang berhasil diselesaikan;
d. Berupa standar mutu, kriteria, dan spesifikasi, misalnya yang berhubungan dengan kualitas material, dan hasil uji coba peralatan.
4. Merancang sistem informasi
Satu hal yang perlu ditekankan dalam proses pengendalian proyek adalah perlunya suatu sistem informasi dan pengumpulan data yang mampu memberikan keterangan yang tepat, cepat, dan akurat. Sistem informasi tersebut harus dapat mengolah data yang telah dikumpulkan tersebut menjadi suatu bentuk informasi yang dapat dipakai untuk tindakan pengambilan keputusan.
Pada akhir suatu kurun waktu yang ditentukan, diadakan pelaporan dan pemeriksaan, pengukuran dan pengumpulan data serta informasi hasil pelaksanaan pekerjaan. Agar memperoleh gambaran yang realistis, pelaporan sejauh mungkin didasarkan atas pengukuran penyelesaian fisik pekerjaan.
5. Mengkaji dan menganalisis hasil pekerjaan
Pada langkah ini diadakan analisis atas indikator yang diperoleh dan mencoba membandingkan dengan kriteria dan standar yang ditentukan. Hasil analisis ini penting karena akan digunakan sebagai landasan dan dasar tindakan pembetulan. Oleh karena itu, metode yang digunakan harus tepat dan peka terhadap kemungkinan adanya penyimpangan.
6. Mengadakan tindakan pembetulan
Apabila hasil analisis menunjukkan adanya indikasi penyimpangan yang cukup berarti, maka perlu diadakan langkah-langkah pembetulan. Tindakan pembetulan dapat berupa:
a. Realokasi sumber daya, misalnya memindahkan peralatan, tenaga kerja, dan kegiatan pembangunan fasilitas pembantu untuk dipusatkan ke kegiatan konstruksi instalasi dalam rangka mengejar jadwal produksi.
b. Menambah tenaga kerja dan pengawasan serta biaya dari kontingensi.
c. Mengubah metode, cara, dan prosedur kerja, atau mengganti peralatan yang digunakan.
Hasil analisis dan pembetulan akan berguna sebagai umpan balik perencanaan pekerjaan selanjutnya dalam rangka mengusahakan tetap tercapainya sasaran semula.
Pengendalian mutu sebaiknya dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Menurut Soeharto (1997), tanda-tanda sebuah kegiatan pengendalian mutu dikatakan efektif, apabila:
a. Tepat waktu dan peka terhadap penyimpangan
Metode atau cara yang digunakan harus cukup peka, sehingga dapat mengetahui adanya penyimpangan selagi masih awal. Dengan demikian dapat diadakan koreksi pada waktunya sebelum persoalan berkembang menjadi besar sehingga sulit untuk diadakan perbaikan.
b. Bentuk tindakan yang diadakan tepat dan benar
Untuk maksud ini diperlukan kemampuan dan kecakapan menganalisis indikator secara akurat dan objektif.
c. Terpusat pada masalah atau titik yang sifatnya strategis, dilihat dari segi penyelenggaraan proyek
Dalam hal ini diperlukan kecakapan memilih titik atau masalah yang strategis agar penggunaan waktu dan tenaga dapat efisien.
d. Mampu mengetengahkan dan mengkomunikasikan masalah dan penemuan, sehingga dapat menarik perhatian pimpinan maupun pelaksana proyek yang bersangkutan, agar tindakan koreksi yang diperlukan segera dapat dilaksanakan
e. Kegiatan pengendalian tidak lebih dari yang diperlukan
Biaya yang dipakai untuk kegiatan pengendalian tidak boleh melampaui faedah atau hasil dari kegiatan tersebut, karena dalam merencanakan suatu pengendalian perlu dikaji dan dibandingkan dengan hasil yang akan diperoleh.
f. Dapat memberikan petunjuk berupa prakiraan hasil pekerjaan yang akan datang, bilamana pada saat pengecekan tidak mengalami perubahan Dan penyebab sebuah kegiatan pengendalian mutu dikatakan tidak efektif, biasanya dikarenakan:
1. Karakteristik proyek
Proyek umumnya bersifat kompleks, dan melibatkan banyak organisasi peserta dan lokasi kegiatan sering terpencar-pencar letaknya. Hal ini mengakibatkan:
- Tidaklah mudah mengikuti kinerja masing-masing kegiatan dan menyimpulkan menjadi laporan yang terkonsolidasi.
- Masalah komunikasi dan koordinasi makin bertambah dengan besarnya jumlah peserta dan terpencarnya lokasi.
2. Kualitas informasi
Laporan yang tidak tepat pada waktunya dan tidak pandai memilih materi akan banyak mengurangi faedah suatu informasi, ditambah lagi dengan bila didasarkan atas informasi atau sumber yang kurang kompeten.
3. Kebiasaan
Di organisasi pemilik, pengelola proyek sebagian besar berasal dari bidangbidang fungsional (teknik, operasi, pengadaan, dll) dengan pekerjaan yang sifatnya rutin-stabil. Mereka yang sudah mapan dengan sikap dan kebiasaan yang selama ini dialami, umumnya sulit menyesuaikan diri dalam waktu yang relatif singkat dan cenderung resistant terhadap perubahan yang semestinya diperlukan untuk mengelola proyek.
Pengukuran pengendalian mutu (quality control)
Pengukuran pengendalian mutu dapat menggunakan statistik deskriptif dari hasil kuesioner dengan skala Likert terhadap penilaian para pekerja terhadap pengendalian mutu itu sendiri. Adapun penilaian terhadap pengendalian mutu (X1) meliputi 4 indikator yaitu metode kerja (X11), analisis pekerjaan (X12), penyelenggaran kerja (X13) dan komunikasi kerja (X14). Masing-masing indikator memiliki skor berdasarkan skala Likert dengan menggunakan skala sebagai berikut:
a. Sangat Tidak Setuju (STS) = skor 1
b. Tidak Setuju (TS) = skor 2
c. Netral (N) = skor 3
d. Setuju (S) = skor 4
e. Sangat Setuju (SS) = skor 5
Nilai untuk metode kerja (X11) berdasarkan skala likert dapat dituliskan dalam persamaan berikut ini:
dimana: m = jumlah item pertanyaan untuk X11
n = jumlah responden
Nilai untuk indikator yang lain yaitu analisis pekerjaan (X12), penyelenggaran kerja (X13) dan komunikasi kerja (X14) dengan menggunakan persamaan 3.1 seperti di atas. Nilai variabel quality control (X1) dilakukan dengan menjumlahkan skor dari jawaban atas pertanyaan item tersebut dibagi dengan jumlah indikator tersebut.
demikianlah Pengertian, proses dan cara pengukuran pengendalian mutu atau Quality Control. semoga bermanfaat.