Perilaku Konsumen Muslim

Dalam Islam perilaku manusia telah diatur dalam agama Islam. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia bisa melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang akan membawa manusia yang berguna bagi kemaslahatan hidupnya. Dalam al-Qur‟an dan al-Hadits juga mengatur tentang jalan hidup manusia, agar manusia dijauhkan dari sifat hina karena perilaku konsumsi manusia.


Jadi, perilaku konsumen muslim merupakan suatu aktivitas manusia yang berkaitan dengan aktivitas membeli dan menggunakan produk barang dan jasa, dengan memperhatikan kaidah ajaran Islam, dan berguna bagi kemaslahatan umat. Yang demikian itu, dalam mengkonsumsi, menyimapan, mengelola, dan memeili barang atau jasa dengan cara yang halal lagi baik, merupakan hal-hal yang sangat diagungkan pembalasannya, dan dikabulkan do’anya.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Muslim yang menyatakan:

perilaku konsumen muslim

Aَrtinya: Hai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak akan menerima (sesuatu) kecuali yang baik (pula), dan sesungguhnya Allah itu memerintahkan orang-orang beriman sebagaimana Dia memerintahkannya kepada para rasul (dahulu). (HR. Muslim).

Ciri-ciri Perilaku Konsumen Muslim 

Ciri-ciri Perilaku Konsumen Muslim yaitu, sebagai berikut:

  1. Seorang muslimah dalam berkonsumsi didasarkan atas pemahaman bahwa kebutuhannya sebagai manusia terbatas. Seorang muslimah akan mengkonsumsi pada tingkat wajar dan tidak berlebihan. Tingkat kepuasan berkonsumsi sebagai kebutuhan, bukan sebagai keinginan. 
  2. Suatu tingkat kepuasan tidak hanya ditentukan oleh jumlah satu atau dua pilihan, namun suatu tingkat kepuasan akan ditentukan oleh kemaslahatan yang dihasilkan.
  3. Seorang muslim atau muslimah tidak akan mengonsumsi barang-barang yang sifatnya subhat apalagi barangbarang yang sudah jelas haramnya.
  4. Seorang muslim atau muslimah tidak akan membelanjakan hartanya secara berlebihan, dan tidak akan membeli barang-barang di luar jangkauan penghasilannya. 
  5. Sebagai seorang muslim atau muslimah akan mencapai tingkat kepuasan tergantung kepada rasa syukurnya. 


Dasar Dalam Berkonsumsi

Dalam al-Qur‟an, Allah SWT mengutuk dan membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena tidak ada kesediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini. Allah telah berfirman dalam surat Yasin: 47

Dasar Dalam Berkonsumsi


Artinya: Dan apabila dikatakakan kepada mereka: "Nafkahkanlah sebahagian dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu", lalu orang-orang yang tidak beriman itu berkata kepada orang-orang yang beriman: "Apakah Kami akan memberi makan kepada orang, yang kalau Allah menghendakiNya, tentu diberiNya makan?” kamu itu lain tidak, hanya dalam kesesatan belaka. 

Setiap orang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan cara mematuhi perintahnya dan memuaskan diri sendiri dengan barang-barang dan anugerah yang diciptakan Allah untuk kemaslahatan umat. Konsumsi secara berlebihan merupakan ciri seorang yang tidak mengenal Tuhan, mereka dikutuk dalam Islam dan disebut sebagai perilaku israf (pemborosan) atau tabzir (menghamburhamburkan harta tanpa guna).

Sedangkan model perilaku konsumen muslim adalah sebagai berikut:

model perilaku konsumen


Dari bagan diatas dapat dijelaskan, konsep maslahah dapat membentuk persepsi kebutuhan manusia, persepsi penolakan terhadap kemudharatan, dan juga memanifestasikan konsep persepsi individu tentang upaya setiap pergerakan amalnya mardhatillah. Kemudian persepsi tentang penolakan terhadap kemudharatan membatasi persepsinya hanya pada kebutuhan dan upaya mardhatillah mendorong terbentuknya persepsi kebutuhan Islami. Persepsi kebutuhan seorang konsumen dalam memenuhi kebutuhannya menentukan keputusan konsumsinya.

Teori konsumsi Islam

Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk menciptakan maslahah menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Motif konsumsi pada dasarnya adalah maslahah. Meskipun secara alami motif dan tujuan berkonsumsi (aktivitas ekonomi) dari seseorang individu adalah untuk mempertahankan hidupnya.

Teori konsumsi lahir karena adanya teori permintaan akan barang dan jasa. Sedangkan permintaan akan barang dan jasa timbul karena adanya keinginan (want) dan kebutuhan (need) oleh konsumen riil maupun konsumen potensial.

Dalam ekonomi konvensional yang menjadi motor penggerak adalah keinginan. Dalam Islam keinginan identik dengan sesuatu yang bersumber dari nafsu. Sedangkan nafsu seseorang mempunyai dua kecenderungan yang saling bertentangan, kecenderungan yang baik dan kecenderungan yang kurang baik. Oleh karena itu, teori permintaan yang terbentuk dari konsumsi ekonomi Islam didasarkan atas kebutuhan bukan keinginan.

Sesungguhnya Islam tidak mempersulit jalan hidup seorang konsumen, hal ini terbukti apabila seseorang mendapatkan penghasilan dan setelah dihitung hanya dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga saja, maka tidak ada keharusan baginya untuk mengeluarkkan konsumsi sosial. 

Akan tetapi, bagi sesorang yang pendapatannya lebih banyak dari itu maka, Islam menganjurkan memberikan sebagian dari hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan. 

Secara ringkas, dapat dipahami bagaimana alur penggunaan pendapatan seorang konsumen Muslim dalam konfigurasi berikut:

Penggunaan Pendapatan Konsumen Muslim

Penggunaan Pendapatan Konsumen Muslim

Pendapatan yang didapat dengan cara yang halal akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang konsumen Muslim. Dalam memenuhi kebutuhan individual dan keluarga, secara langsung akan menguntungkan pasar, yaitu mulai dari produsen hingga pedagang dengan memperjualbelikan komoditi barang dan jasa. Setiap uang yang dibelanjakan konsumen menjadi revenue bagi pengusaha sebagai bentuk transaksi pertukan antara barang dan uang.

Konsumen akan merasa puas atas barang yang dibeli dan pengusaha mendapat keuntungan dari barang yang dijualnya. 

Konsumen membutuhkan barang untuk kelangsungan hidupnya, oleh karena itu konsumen membutuhkan produsen dan pedagang.

Dalam ekonomi Islam, dikenal dengan adanya saluran penyeimbang yang disebut dengan konsumsi sosial. Al- Qur‟an mengajarkan kepada umat Islam agar dapat menyalurkan sebagian hartanya dalam bentuk zakat, sedekah dan infaq. Kebutuhan sosial akan dimanfaatkan fakir dan miskin dalam bentuk pendayagunan konsumtif dan produktif.

Dalam pendayaan konsumtif uang atau harta digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok secara langsung. Sedangkan dalam pendayaan produktif uang atau hartanya digunakan untuk membuka lapangan pekerjaan sehingga fakir dan miskin mempunyai pekerjaan.


Etika Konsumsi Islam

Perbedaan Islam dengan materialisme adalah bahwa Islam tidak pernah memisahkan ekonomi dengan etika. Sebagaimana ilmu dengan akhlak tidak akan terpisahkan. Islam adalah risalah yang diturunkan Allah melalui rasul untuk membenahi akhlak manusia.

Manusia muslim, individu maupun kelompok dalam ekonomi atau bisnis disatu sisi diberi kebebasan untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Namun, dalam Islam terikat dengan iman dan etika sehingga tidak bebas mutlak dalam menggunakan hartanya.

Para pakar ekonomi nonmuslim mengakui keunggulan sistem ekonomi Islam. Menurut mereka, Islam telah berhasil menggabungkan etika dengan ekonomi, sementara sistem kapitalis dan sosialis memisahkan keduanya.

1. Etika Dalam Berkonsumsi

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya konsumen yang dilakukan oleh seorang muslim akan sangat erat hubungannya dengan etika dan norma dari konsumsi itu sendiri. Menurut pendapat Naqfi setidaknya terdapat 6 (enam) aksioma pokok dalam konsumsi, yaitu: 

a. Tuhid (unity/ kesatuan). Aksioma ini mempunyai 2 kriteria yaitu yang pertama rabbaniyah gayah (tujuan), dan wijhah (sudut padang). Kriteria yang pertama yaitu mencapai maqam ridho-Nya. Sehingga pengabdian kepada Allah adalah cita-cita akhir. Kriteria yang kedua adalah rabbaniyah masdar (sumber hukum) dan manhaj (sistem) yang mana kriteria ini merupakan suatu sistem yang ditetapkan untuk mencapai sasaran yang pertama dengan sumber Al-Quran dan Al –Hadist.

b. Kehendak yang bebas (Free Wiil) adalah bagaimana manusia menyadari bahwa adanya qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab akibat dari kehendak Tuhan.

c. Halal; Islam membatasi kebebasan dari kehendak dengan hanya mengkonsumsi barang yang halal yang menunjukkan nilai kebaikan, kesucian keindahan serta menimbulkan maslahah yang paling optimal.

d. Sederhana; hal yang paling penting yang harus dijaga dalam berkonsumsi adalah menghindari sifat boros dan melampaui batas sehingga, israh dilarang dalam Islam.

2. Prinsip konsumsi Islam

Menurut Islam, anugrah-anugrah Allah adalah milik semua makhluk. Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugrah-anugrah itu berada di tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugrah-anugrah itu untuk mereka sendiri. 

Dan perbuatan untuk memanfaatkan atau mengkonsumsi barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam Islam. Sebab suatu kenikmatan yang diciptakan oleh Allah hanyalah untuk manusia yang taat kepada-Nya. 

Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan material yang luar biasa, dan ilmu ekonomi Islam berusaha meminimalisir tingkat konsumtif konsumen dalam hal pembelian suatu barang.

Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar, yaitu;
a. Prinsip keadilan
Islam memperbolehkan manusia untuk menikmati berbagai karunia kehidupan dunia yang disediakan Allah. Namun, pemanfaatan yang dilakukkan harus sesuai dengan syariat Islam, sehingga disamping mendapatkan keuntungan materiil, ia sekaligus juga bisa merasakan kepuasan spiritual. Alquran secara tegas menekankan norma perilaku ini baik untuk hal-hal yang bersifat materil maupun spiritual untuk menjamin adanya kehidupan yang berimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, dalam Islam konsumsi tidak hanya barang-barang yang bersifat duniawi semata, namun juga untuk kepentingan di jalan Allah (fisabilillah).

b. Prinsip kebersihan
Bersih dalam arti sempit berarti bebas dari kotoran, dan tidak membahayakan fisik maupun mental seseorang  ketika mengkonsumsi. Sedangkan kebersihan dalam arti luas berarti bebas dari segala sesuatu yang diberkahi Allah. Tentu saja barang yang dikonsumsi mempunyai manfaat yang banyak dari pada kemudharatan bahkan kemubadziran.

c. Prinsip kesederhanaan
Dalam prinsip ini mengatur manusia agar bersikap tidak berlebih-lebihan. Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas (israf), termasuk pemborosan dan berlebih-lebihan, yaitu membuang-buang harta dan menghambur-hamburkannya tanpa faedah serta manfaat dan hanya memperturutkan nafsu semata.

d. Prinsip kemurahan hati
Dengan menaati peraturan yang telah ditentukan Allah ketika berkonsumsi maka, tidak ada dosa atau bahaya dalam mengkonsumsi suatu barang atau benda-benda ekonomi, karena benda tersebut halal dan telah disediakan oleh Allah sebab kemurahan hati-Nya. Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan yang membawa manfaat bagi kehidupan dan peran manusia untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah, maka Allah akan memberikan kenikmatannya kepada manusia. 

e. Prinsip moralitas
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk meningkatkan kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. 

Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya- Nya setelah makan. 

Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran ilahi pada waktu memenuhi keinginan fisiknya. Hal ini penting karena Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia. 

Nilai-nilai Islam yang harus diaplikasikan dalam konsumsi Islam adalah sebagai berikut: Seimbang dalam konsumsi, membelanjakan harta pada bentuk yang dihalalkan dan dengan cara yang baik, larangan bersikap israf (royal), dan tabzir (sia-sia).

3. Tujuan Konsumsi Islam

Dalam teori ekonomi, kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi suatu barang dinamakan utility atau nilai guna. Semakin tinggi kepuasan terhadap suatu benda, maka semakin tinggi pula nilai gunanya. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan, maka semakin rendah pula nilai gunanya.

Dalam ekonomi konvensional, suatu tingkat kepuasan itu hanya terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan fisik. Sedangkan tujuan dari konsumsi Islam untuk terciptanya kemaslahatan dan terhindar dari mudarat. Kemaslahatan yang dimaksud yaitu untuk kepentingan didunia dan diakhirat kelak.

Tujuan konsumsi dalam Islam adalah sebagai berikut:

Untuk mengharapkan ridho Allah SWT, untuk mewujudkan kerjasama antar anggota maasyarakat dan tersedianya jaminan sosial, untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab individu terhadap kemakmuran diri, keluarga dan masyarakat sebagai bagian aktivitas dan dinamisasi ekonomi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel