Manajemen Pengembangan dan Pelatihan SDM
23 Juli 2018
SDM merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain mirip modal, teknologi, dan uang lantaran insan itu sendiri yang mengendalikan yang lain.Membicarakan sumberdaya insan tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan atau proses manajemen lainnya mirip taktik perencanaan, pengembangan manajemen dan pengembangan organisasi. Keterkaitan antara aspek-aspek manajemen itu sangat erat sekali sehingga sulit bagi kita untuk menghindari dari pembicaraan secara terpisah satu dengan lainnya.
Pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi suatu keniscayaan bagi organisasi, lantaran penempatan karyawan secara pribadi dalam pekerjaan tidak menjamin mereka akan berhasil. Karyawan gres sering sering merasa tidak pasti ihwal peranan dan tanggung jawab mereka. Permintaan pekerjaan dan kapasitas karyawan haruslah seimbang melalui acara orietasi dan pelatihan. Keduanya sangat dibutuhkan. Sekali para karyawan telah dilatih dan telah menguasai pekerjaannya, mereka membutuhkan pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan tanggung jawab mereka di masa depan. Ada kecenderungan yang terus terjadi, yaitu semakin beragamnya karyawan dengan organisasi yang lebih datar, dan persaingan global yang meningkat, upaya training dan pengembangan sanggup menjadikan karyawan bisa mengembangankan kiprah kewajiban dan tanggung jawabnya yang lebih besar.
Pengertian Pelatihan dan Pengembangan
Wexley dan Yukl (1976 ) mengemukakan : “training and development are terms reffering to planned efforts designed facilitate the acquisiton of relevan skills, knowledge, and attitudes by organizational members”. Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula : “development focusses more on improving the decision making and human relation skills of middle and upper level management, while training involves lower level employees and the presentation of more factual and narrow subject matter
Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah training dan pengembangan. Mereka beropini bahwa training dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berafiliasi dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi. Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas kekerabatan insan (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah sedangkan training dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Pengertian training dan pengembangan pegawai, dikemukakan oleh Adrew E. Sikula (1981) “training is short-terms educational procces utilizing a systematic and organized procedure by which nonmanagerial personnel learn technical knowlegde and skills for a definite purpose. Development, in reference to staffing and personnel matters, is a long-terms educational process utilizing a systematic and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and theoritical knowledge for general purpose”.
Istilah training ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation.
Mariot Tua Efendi H (2002) latihan dan pengembangan sanggup didefinisikan sebagai perjuangan yang terjadwal dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai. Selanjutnya mariot Tua menambahkan training dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut sanggup dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada dikala ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melaksanakan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan acara lain untuk mengubah sikap kerja.
Sjafri Mangkuprawira (2004) training bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap supaya karyawan semakin terampil dan bisa melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Sedangkan pengembangan mempunyai ruang lingkup lebih luas. Dapat berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin dipakai segera atau sering untuk kepentingan di masa depan. Pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih pokok yakni pada pengembangan manajemen. Dengan kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan sekarang dan mendatang, tetapi pada pemenuhan kebutuhan organisasi jangka panjang.
Rasionalisasi Pelatihan dan Pengembangan
Secara pragmatis acara training dan pengembangan mempunyai dampak positif baik bagi individu maupun organisasi. Smith (1997) menguraikan profil kapabilitas individu berkaitan dengan skill yang diperoleh dari training dan pengembangan. Seiring dengan pengusaan keahlian atau keterampilan penghasilan yang diterima individu akan meningkat. Pada jadinya hasil training dan pengembangan akan membuka peluang bagi pengembangan karier individu dalam organisasi. Dalam konteks tersebut peningkatan karier atau promosi ditentukan oleh pemilikan kualifikasi skill. Sementara dalam situasi sulit dimana organisasi cenderung mengurangi jumlah karyawannya, training dan pengembangan memberi penguatan bagi individu dengan memberi jaminan job security berdasarkan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan organisasi.
1. Training and devolopment has the potensial to improve labour productivity;
2. Training and devolopment can improve quality of that output, a more highly trained employee is not only more competent at the job but also more aware of the significance of his or her action;
3. Training and development improve the ability of the organisation to cope with change; the succesful implementation of change wheter technical (in the form of new technologies) or strategic (new product, new markets, etc) relies on the skill of the organisation’s member.(smith dalam prinsip-prinsip manajemen pelatihan, Irianto jusuf, 2001).
Disaat kompetisi antar organisasi berlangsung sangat ketat, duduk perkara produktivitas menjadi salah satu penentu keberlangsungan organisasi disamping duduk perkara kualitas dan kemampuan karyawan. Program training dan pengembangan SDM sanggup memberi jaminan pencapaian ketiga duduk perkara tersebut pada peringkat organisasional.
Gejala Pemicu Pelatihan dan Pengembangan
Terdapat beberapa fenomena organisasional yang sanggup dikategorikan sebagai tanda-tanda pemicu munculnya kebutuhan training dan pengembangan. Tidak tercapainya standar pencapaian kerja, karyawan tidak bisa melaksanakan tugasnya, karyawan tidak produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat laba menurun yakni beberapa acuan gelaja-gejala yang umum terjadi dalam organisasi.
Gejala yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut berdasarkan Blanchard and Huszczo (1986) mencontohkan terdapat tujuh tanda-tanda utama dalam organisasi yang membutuhkan penanganan yaitu :
1. Low productivity;
2. High absenteeism;
3. High turnover;
4. Low employee morale;
5. High grievances;
6. Strike;
7. Low profitability.
Hubungan Faktor-Faktor penyebab dan Gejala Organisasional.
Ketujuh tanda-tanda tersebut sangat umum dijumpai dalam organisasi yang sanggup disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang mencakup : kegagalan dalam memotivasi karyawan, kegagalan organisasi dalam memberi sarana dan kesempatan yang sempurna bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan organisasi memberi training dan pengembangan secara efektif kepada karyawan. Dalam situasi itulah acara training sangat mengandalkan training need analysis ( TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan. Dan berorientasi kepada pengembangan karyawan mencakup :
1. Adanya pegawai baru, Memberikan orintasi pekerjaan atau kiprah pokok organisasi kepada pegawai yang gres direkrut sebelum yang bersangkutan ditempatkan pada salah satu unit organisasi;
2. Adanya peralatan kerja baru, Mempersiapkan pegawai dalam penggunaan peralatan gres dengan teknologi yang lebih baru, sehingga tidak terjadi adanya kecelakaan kerja dan meningkatkan efesiensi kerja;
3. Adanya perubahan sistem manajemen/administrasi birokrasi, Mempersipakan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dengan memakai sistem yang gres dibangun;
4. Adanya standar kualitas kerja yang baru, Mempersiapkan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dengan memakai sistem yang gres dibangun;
5. Adanya kebutuhan untuk menyegarkan ingatan , Memberikan nuansa baru/penyegaran ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki;
6. Adanya penurunan dalam hal kinerja pegawai, Meningkatkan kualitas kinerja pegawai sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategis;
7. Adanya rotasi/relokasi pegawai, Meningkatkan pegawai dalam menghadapi pekerjaan dan situasi kerja yang baru
Tahapan Perencanaan Pelatihan
1. Analisis Kebutuhan Pelatihan (training need analysis) TNA pada tahap pertama organisasi memerlukan fase penilaian yang ditandai dengan satu kegatan utama yaitu analsis kebutuhan pelatihan.
Terdapat tiga situasi dimana organisasi diharuskan melaksanakan analisis tersebut : yaitu : performance problem, new system and technology serta automatic and habitual training. Situasi pertama, berkaitan dengan kinerja dimana karyawan organisasi mengalami degradasi kualitas atau kesenjangan antara unjuk kerja dengan standar kerja yang telah ditetapkan. Situasi kedua, berkaitan dengan penggunaan komputer, mekanisme atau teknologi gres yang diadopsi untuk memperbaiki efesiensi operasional perusahaan. Situasi ketiga, berkaitan dengan training yang secara tradisional dilakukan berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu contohnya kewajiban legal mirip kasus kesehatan dan keselamatan kerja.
Training Need Analysis (TNA) merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk menetukan apa bantu-membantu kabutuhan training yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan sanggup membantu organisasi dalam memakai sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus menghindari kegatan training yang tidak perlu. TNA sanggup pula dipahami sebagai sebuah pemeriksaan sistematis dan komprehensif ihwal aneka macam kasus dengan tujuan mengidentifikasi secara sempurna beberapa dimensi persoalan, sehingga jadinya organisasi sanggup mengetahui apakah kasus tersebut memang perlu dipecahkan melalui acara training atau tidak. Analisis kebutuhan training dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab (asking question getting answers).
Pertanyaan diajukan kepada setiap karyawan dan kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi ihwal aneka macam kasus dimana jadinya kebutuhan training sanggup diketahui untuk memecahkan kasus tersebut. Masalah yang membutuhkan training selalu berkaitan dengan lack of skill or knowledge sehingga kinerja standar tidak sanggup dicapai. Dengan demikian sanggup disimpulkan kinerja nyata dengan kinerja situasional.
Fungsi Training Need Analysis (TNA) yaitu :
1. mengumpulkan informasi ihwal skill, knowledge dan feeling pekerja;
2. mengumpulkan informasi ihwal job content dan job context;
3. medefinisikan kinerja standar dan kinerja nyata dalam rincian yang operasional;
4. melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan;
5. memberi data untuk keperluan perencanaan
Hasil Training Need Analysis (TNA) yakni identifikasi performance gap. Kesenjangan kinerja tersebut sanggup diidentifikasi sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja nyata individu. Kesenjangan kinerja sanggup ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja nyata individu daerah kerja.
Tahapan Training Need Analysis (TNA) mempunyai elemen penting yaitu :
• identifikasi masalah
• identifikasi kebutuhan
• pengembangan standar kinerja
• identifikasi peserta
• pengembangan kriteria pelatihan
• asumsi biaya
• keuntungan
2. Pembuatan Desain Pelatihan Desain training yakni esensi dari pelatihan, lantaran pada tahap ini bagaimana kita sanggup menyakinkan bahwa training akan dilaksanakan. Keseluruhan kiprah yang harus dilaksanakan pada tahap ini yakni :
1. mengidentifikasi target pembelajaran dari acara pelatihan;
2. memutuskan metode yang paling tepat;
3. memutuskan penyelenggara dan tunjangan lainnya;
4. menentukan dari beraneka ragam media;
5. memutuskan isi;
6. mengidentifikasi alat-alat evaluasi;
7. menyusun urut-urut pelatihan.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya yakni membuat materi training yang diharapkan dan dikembangkan mirip :
1. agenda training secara menyeluruh (estimasi waktu);
2. planning setiap sesi;
3. materi-materi pembelajaran mirip buku tulis, buku bacaan, hand out dll;
4. alat-alat bantu pembelajaran;
5. formulir evaluasi.
Implementasi Pelatihan
Tahap berikutnya untuk membentuk sebuah acara training yang efektif yakni implementasi dari acara pelatihan. Keberhasilan implementasi acara training dan pengembangan SDM tergantung pada pemilihan (selecting) acara untuk memperoleh the right people under the right conditions. Training Need Analysis (TNA) sanggup membantu mengidentifikasi the right people dan the right acara sedangkan beberapa pertimbangan (training development) and concideration acara sanggup membantu dalam membuat the right condition.
Evaluasi Pelatihan
Untuk memastikan keberhasilan training sanggup dilakukan melalui evaluasi. Secara sistimatik manajemen training mencakup tahap perencanaan yaitu training need analysis, tahap implementasi dan tahap evaluasi. Tahap terakhir merupakan titik kritis dalam setiap acara lantaran acap kali diabaikan sementara fungsinya sangat vital untuk memastikan bahwa training yang telah dilakukan berhasil mencapai tujuan ataukah justru sebaliknya.
1. Persepsi terhadap Evaluasi Pelatihan konsep training sudah semenjak usang mengalam problem perseptual. Sebagai acara banyak organisasi mempersepsikan penilaian secara keliru disamping mengabaikan atau sama sekali tidak melakukannya sesudah training diadakan. Menurut Smith (1997) penilaian acara training dan pengembangan merupakan a necessary and usefull activity, namun demikian secara simpel sering dilupakan atau tidak dilakukan sama sekali.
2. Makna Evaluasi Pelatihan Newby (Tovey, 1996 dalam Irianto Yusuf) menulis bahwa perhatian utama penilaian dipusatkan pada efektivitas pelatihan. Efektifitas berkaitan dengan hingga sejauh manakah acara training Sumber Daya Manusia (SDM) diputuskan sebagai tujuan yang harus dicapai, lantaran efektifitas menjadi kasus serius dalam acara penilaian pelatihan.
3. Merancang Evaluasi Pelatihan Evaluasi yang dilakukan oleh penyelenggara diklat sebagai berikut :
Evaluasi Pra Diklat, bertujuan mengetahui sejauhmana pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki para akseptor sebelum diklat dilaksanakan dibandingkan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang disusun dalam program. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang belum dimiliki akseptor yang disajikan dalam pelaksanaan acara diklat. Tahapan penilaian terhadap training :
• Evaluasi Peserta
• Evaluasi Widyaiswara
• Evaluasi Kinerja Penyelenggara
Evaluasi Pasca Diklat, bertujuan mengetahui pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sebelum diklat tidak dimiliki oleh akseptor sesudah proses diklat selesai sanggup dimiliki dengan baik oleh peserta.
Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain mirip modal, teknologi, dan uang lantaran insan itu sendiri yang mengendalikan yanglain.Latihan dan pengembangan sanggup didefinisikan sebagai perjuangan yang terjadwal dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai. Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut sanggup dibedakan.
Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada dikala ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melaksanakan pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan acara lain untuk mengubah sikap kerja.
Training Need Analysis (TNA) merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk menetukan apa bantu-membantu kabutuhan training yang menjadi prioritas.
Informasi kebutuhan tersebut akan sanggup membantu organisasi dalam memakai sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus menghindari acara training yang tidak perlu.