Strategi Pemasaran 4P

Zeithaml, Bitner & Gremler, Lovelock & Wirtz dalam Oesman (2010), menjelaskan bahwa dalam perusahaan layanan penerapan variabel bauran pemasaran perlu ditambahkan dari konsep bauran pemasaran adalah proses orang, dan bukti fisik. Menjadi ada tujuh bauran pemasaran untuk layanan adalah produk, harga, tempat, promosi, proses, orang dan bukti fisik.

Strategi Pemasaran 4P

Menurut Zeithaml, Bitner & Gremler (2013), bauran pemasaran didefinisikan sebagai elemen suatu kontrol organisasi yang dapat digunakan untuk memenuhi atau untuk berkomunikasi dengan konsumen. Bauran pemasaran terdiri dari 4P: product, place, promotion, dan harga. Namun, strategi untuk empat P memerlukan beberapa modifikasi bila diterapkan ke layanan. Selain 4P, layanan bauran pemasaran jasa harus melibatkan orang, bukti fisik, dan proses.


Bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang di padukan perusahaan untuk menghasilakan respons yang diinginkannya di pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari semua hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya (Kotler dan Armstrong, 2008).

Menurut Tjiptono (2014), bauran pemasaran (marketing mix) merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Alat-alat tersebut dapat digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang dan juga untuk merancang program taktik jangka pendek.

Bauran pemasaran (marketing mix) yaitu 4P (product, price, place, promotion) kemudian ditambah dengan 3P jasa yaitu people, physical evidence, dan proses.

1. Produk (Products)

Produk merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dalam konteks ini, produk bisa berupa apa saja (baik yang berwujud fisik maupun tidak) yang dapat ditawarkan kepada pelanggan potensial untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu (Tjiptono, 2014).

Menurut Lupiyoadi (2013), produk merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen, konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk saja tetapi membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut yang disebut “the offer”. Yaitu manfaat yang ditawarkan oleh produk tersebut.

Yang dimaksud dalam pembahassan produk jasa di sini adalah total product. Konsep tersebut dikenal sebagai konsep total produk yang terdiri atas:
a. Produk inti/generik (core product) merupakan fungsi inti dari produk tersebut.
b. Produk yang diharapkan ( expected product )
c. Produk tambahan( augmented product)
d. Produk potensial (potential product)

Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan nilai tambah produk adalah :
a. Merek dan Diferensiasi. Konsumen mempunyai kecenderungan lebih memperhatikan merek yang terkenal daripada fungsi utama dari produk tersebut. Sedangkan diferensiasi adalah keunikan dari produk tersebut yang membedakan dengan produk lain melalui pengembangan lingkup produk (product surround).

b. Physical evidence. Lingkungan fisik tempat jasa diciptakan dan langsung berinteraksi dengan konsumen. Ada dua tipe physical evidence, yaitu essential evidence, adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemberi jasa mengenai desain dan lay-out dari gedung, ruang dan lain-lain, dan peripheral evidence adalah nilai tambah yang bila berdiri sendiri tidak akan berarti apa-apa, jadi hanya berfungsi sebagai pelengkap, tetapi berperan penting dalam proses produksi jasa.

c. Service product decision. Keputusan pelayanan yang akan diberikan melalui strategic growth options, yaitu penetrasi pasar, pengembangan jasa, pengembangan pasar atau difersifikasi pada jasa lain. 

Menurut al muslih (2004) dalam Muanas, dkk., (2013), ada tiga hal yang perlu dipenuhi dalam menawarkan sebuah produk;
a. Produk yang ditawarkan memiliki kejelasan barang, kejelasan ukuran/takaran, kejelasan komposisi, tidak rusak/kadaluarsa dan menggunakan bahan yang baik.
b. Produk yang diperjual-belikan adalah produk yang halal, dan.
c. Dalam promosi maupun iklan tidak melakukan kebohongan.

Jika barang itu rusak katakanlah rusak, jangan engkau sem bunyikan. Jika barang itu murah, jangan engkau katakan mahal. Jika barang ini jelek katakanlah jelek, jangan engkau katakan bagus (HR. Tirmidzi). Hadist tersebut juga didukung hadist riwayat ibnu majah dan ibnu hambal, “tidak dihalalkan bagi seorang muslim menjua barang yang cacat, kecuali ia memberitahukannya,”.

Pernyataan lebih tegas disebutkan dalam Al-Quran surat Al Muthaffifiin (1-3) “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabia menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.

Uraian diatas jelas mengatakan bawa hukum menjual produk cacat dan disembunyikan adalah haram. Artinya, produk meliputi barang dan jasa yang ditawarkan pada calon pembeli haruslah sesuai dengan kualitas yang ada atau dijanjikannya. Persyaratan merk juga harus ada dalam sebuah produk adalah harus memenuhi kriteria halal.

Indikator produk antara lain menurut Devina, Priska & Andreani (2006) yaitu:
a. Pemilihan penyedia jasa
b. Saat yang tepat melakukan pembelian jasa.

2. Harga (Price)

Keputusan bauran harga berkenan dengan kebijakan strategik dan taktikal, seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran, dan tingkat diskriminasi harga di antara berbagai kelompok pelanggan. Pada umumnya aspekaspek ini mirip dengan yang biasa dijumpai pemasar barang (Tjiptono, 2014).

Menurut Lupiyoadi (2013), strategi penentuan harga sangat signifikan dalam pemberian nilai kepada konsumen dan mempengaruhi citra produk, dan keputusan konsumen untuk membeli. Penentuan harga juga berhubungan dengan pendapatan dan turut mempengaruhi permintaan saluran pemasaran. Keputusan dalam penentuan harga harus konsisten dengan strategi pemasaran secara keseluruhan.

Dalam memutuskan srategi penentuan harga maka harus diperhatikan tujuannya. Berikut adalah tujuan dari penentuan harga:
a. Bertahan
b. Memaksimalkan laba
c. Memaksimalkan penjualan
d. Gengsi dan prestise
e. Tingkat pengembalian investasi ( return on investement- ROI).

(Muanas, dkk., 2006), Dalam konsep islam penentuan harga ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu bergantung kepada kekuatan mekanisme permintaan dan penawaran di pasar. Pertemuan antara permintaan dan penawaran tersebut harus berlangsung secara sukarela artinya tidak ada yang menganiaya dan dizalimi. Demikian juga dalam menentukan harga konsep dalam islam tidak boleh menggunakan cara-cara yang merugikan pebisnis lainnya.

Islam tentu memperbolehkan pedagang untuk mengambil keuntungan. Karena hakekat dari berdagang adalah untuk mencari keuntungan. Namun, untuk mengambil keuntungan tersebut janganah berlebih-lebihan (Ghazali, 1983) dalam Muanas, dkk., (2013). Karena, jika harga yag ditetapkan adalah harga wajar, maka pedagang tersebut pasti akan unggul dalam kuantitas. Dengan kata lain, mendapat banyak keuntungan dai banyaknya jumlah barang yang terjual, dan tampak nyatalah keberkahan rizkinya (Ghazali, 1983: 309) dalam Muanas, dkk., (2013).

Indikator harga menurut Noviana (2013) yaitu harga sesuai kualitas. Kemudian menurut Kartini (2014) yaitu harga sesuai fasilitas. Sedangkan indikator harga menurut Widyaningrum (2015) yaitu harga terjangkau. 

3. Promosi (Promotion)

Bauran promosi tradisional meliputi berbagai metode untuk mengkomunikasikan manfaat jasa kepada pelanggan potensial dan actual. Metode-metode tersebut terdiri atas periklanan, promosi penjualan, direct marketing, personal selling, dan public relations. Meskipun secara garis besar bauran promosi untuk barang dan jasa sama, promosi jasa seringkali membutuhkan penekanan tertentu pada upaya meningkatkan kenampakkan tangibilitas jasa (Tjiptono, 2014).

Menurut Lupiyoadi (2013), hal yang perlu diperhatikan dalam promosi adalah pemilihan bauran promosi (promotional mix) di mana terdiri atas, periklanan, penjualan perseorangan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, informasi dari mulut ke mulut, dan surat langsung.

Pemasar dapat memilih sarana yang dianggap sesuai untuk mempromosikan jasa mereka. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam promosi, antara lain sebagai berikut.
a. Identifikasi terlebih dahulu audiens sasarannya.
b. Tentukan tujuan promosi.
c. Pengembangan pesan yang disampaikan

Dalam Muanas, dkk., (2006), Alqur‟an tidak melarang adanya perikanan dan memang periklanan dapat digunakan untuk mempromosikan kebenaran ilam (Al-Makaty et al, 1996). Namun periklanan pernyataan yang dilebih-lebihkan termasuk kedalam bentuk penipuan, tidak peduli apakah deskripsi pernyataan tersebut sebagai sebuah metafor atau sebagai kiasan (Haque et al, 2010) tentu sudah pasti dilarang. 

Hal ini tersirat dalam hadist berikut: Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan bersama para nabi, orang-orang yang benar-benar tulus dan para syuhada (HR. Tarmidzi dan Ibnu Majah). Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada setiap orang yang bersikap baik ketika menjual, membeli, dan membuat suatu pernyataan (HR. Bukhari). Sumpah palsu itu merusakkan dagangan dan melenyapkan keberkahan pekerjaan (HR. Bukhari dan Muslim). Celakalah bagi seseorang pedagang yang suka menyebutkan:..‟ya, demi Allah‟ atau „tidak, demi Allah‟. Celaka pulalah bagi seorang pekerja yang menunda-nunda kerjanya sampai besok atau besok lusa (HR. Anas r.a).

Indikator promosi menurut penelitian Devina, Priska & Andreani (2006) yaitu:
a. Rekomendasi orang lain
b. Potongan harga atau kebijakan harga promo

Sedangkan menurut Kartini (2014) indikator promosi yaitu:
a. Papan nama berlabel syariah
b. Informasi di website menarik

4. Tempat (Place)

Keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan potensial. Keputusan ini meliputi keputusan lokasi fisik, keputusan mengenai penggunaan perantara untuk meningkatkan aksesbilitas jasa bagi para pelanggan, dan keputusan non-lokasi yang ditetapkan demi ketersediaan jasa (Tjiptono, 2014).

Menurut Lupiyoadi (2013), lokasi (berhubungan dengan sistem penyampaian) dalam jasa merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi. Ini berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian jasa kepada konsumen dan di mana lokasi yang strategis. Lokasi berarti berhubungan dengan di mana perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi atau kegiatannya.

Pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam menentukan lokasi menurut Tjiptono (2000) meliputi faktor-faktor:
a. Akses, misalnya lokasi yang mudah dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum.
b. Visibilitas, misalnya lokasi dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan.

Sedangkan menurut Hurriyati (2005: 57), dalam melakukan pemilihan lokasi atau tempat diperlukan pertimbangan yang cermat antara lain:
a. Akses, seperti lokasi yang mudah dijangkau sarana transportasi umum.

b. Visibilitas, seperti lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan.

c. Lalu lintas, dimana banyak orang yang lalu lalang dapat memberikan peluang besar tejadinya impulse buying yang maksudnya adalah dengan adanya pemilihan lokasi yang banyak dilalui orang, maka diharapkan dapat menarik minat pengunjung yang melintas.

d. Tempat parkir yang luas dan aman, merupakan faktor yang penting bagi konsumen dalam memilih suatu tempat.

e. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan.

f. Persaingan, yaitu lokasi persaing. Menurut Lupiyoadi (2013), lokasi berarti berhubungan dengan dimana perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi atau kegiatannya. 

Dalam hal ini, ada tiga jenis iteraksi yang memegaruhi lokasi, sebagai berikut:
a. Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan): apabila keadaannya seperti ini maka lokasi menjadi sangat penting.
b. Pemberi jasa mendatangi konsumen: dalam hal ini, lokasi tidak terlalu penting, tetapi yang harus diperhatikan adalah penyampaian jasa harus tetap berkualitas.
c. Pemberi jasa dan konsumen tidak bertemu secara langsung: berarti penyedia layanan/jasa( service provider). Dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu seperti telepon, komputer, atau surat.

Saluran distribusi berhubungan dengan penyampaian jasa baik melalui organisasi maupun individu lain. Penyampaian jasa melibatkan tiga pihak yang terlibat yaitu penyedia jasa, perantara, dan pelanggan. Pemasar harus memilih saluran distribusi yang tepat untuk penyampaian jasanya. Hal ini akan sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan.

Adapun saluran distribusi yang dapat dipilih adalah direct sales, agent atau broker, agent/broker pembeli dan penjual, francishes, dan contracted services deliverers. Pemilihan lokasi ataupun saluran distribusi sangat bergantung pada kriteria pasar dan sifat dari jasa itu sendiri.

Muanas, dkk., (2006), Dalam menentukan place atau saluran distribusi, perusahaan islami harus mengutamakan tempat-tempat yang sesuai dengan target market, sehingga dapat efektif dan efisien. Sehingga pada intinya dalam menentukan marketing-mix harus didasari pada prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran.

Yusanto dan Widjajakusuma (2002) dalam Muanas, dkk., (2013), berpendapat perbedaan antara bisnis islami dan non-islami terletak pada aturan halal dan haram, sehingga harus terdapat kehati-hatian dalam menjalan strategi. 

Nabi Muhammad SAW melarang pemotongan jalur distribusi dengan maksud agar harga naik. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist: “Rasullulah SAW melarang penghadangan rukhban serta melarang pula berlomba-lomba menaikkan penawaran,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Indikator tempat dalam penelitian Kartini (2014) yaitu:
a. Lokasi berada di jalan utama Kota
b. Kedekatan lokasi hotel dengan lokasi tujuan
c. Lingkungan hotel memudahkan beraktivitas

Sedangkan menurut Widyaningrum (2015) indikator tempat adalah kemudahan menjangkau lokasi.

5. Orang (People)

Bagi sebagian besar jasa, orang merupakan unsur vital dalam bauran pemasaran. Dalam industry jasa, setiap orang merupakan „part-time marketer‟ yang tindakan dan perilakunya memiliki dampak langsung pada output yang diterima pelnggan. Oleh sebab itu, setiap organisasi jasa harus secara jelas menentukan apa yang diharapkan dari setiap karyawan dalam interaksinya dengan pelanggan (Tjiptono, 2014).

Menurut Lupiyoadi (2013), dalam hubungannya dengan pemasaran jasa, orang yang berfungsi sebagai penyedia jasa sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Keputusan dalam faktor orang ini berarti suhubungan dengan seleksi, pelatihan, motivasi, dan manajemen sumber daya manusi (SDM).

Sedangkan Hurriyati (2003) mengemukakan bahwa semua sikap dan tindakan karyawan, bahkan cara berpakaian karyawan dan penampilan karyawan mempunyai pengaruh terhadap persepsi konsumen atau keberhasilan penyampaian jasa. Menurut Zeithaml & Bitner (2000), people adalah semua orang yang memainkan peranan dalam penyajian jasa yang dapat mempengaruhi persepsi pembeli.

Ada empat kriteria peranan atau pengaruh dari aspek SDM yang memengaruhi konsumen, Lupiyoadi (2013), yaitu sebagai berikut:
a. Contactors, mereka berinteraksi langsung dengan konsumen dalam frekuensi yang cukup sering dan sangat memengaruhi keputusan konsumen untuk membeli.
b. Modifier, mereka tidak secara langsung memengaruhi konsumen, tetapi cukup sering berhubungan degan konsumen. Misalnya, resepsionis.
c. Influencers, mereka memengaruhi konsumen dalam keputusan untuk membeli. Tetapi tidak secara langsung melakukan kontak dengan konsumen.
d. Isolateds, mereka tidak secara langsung ikut serta dalam bauran pemasaran dan juga tidak sering bertemu dengan konsumen. Misalnya, karyawan bagian administrasi penjualan, sdm, dan pemrosesan data.

Indikator orang menurut Devina, Priska & Andreani (2006) yaitu:
a. Product knowledge karyawan
b. Karyawan yang ramah

Sedangkan menurut Widyaningrum (2015) indikatornya yaitu penampilan karyawan yang menarik. Kemudian indikator orang menurut Kartini (2014) yaitu ketika check out receptionis mengucap salam.

6. Bukti Fisik (Physical Evidence)

Karakteristik intangible pada jasa menyebabkan pelanggan potensial tidak bisa menilai suatu jasa sebelum mengkonsumsinya. Ini menyebabkan resiko dipersepsikan konsumen dalam keputusan semakin besar. Oleh sebab itu, salah satu unsur penting dalam bauran pemasaran adalah upaya mengurangi tingkat resiko tersebut dengan jalan menawarkan bukti fisik dari karakteristik jasa (Tjiptono, 2014).

Menurut Lupiyoadi (2013), bukti fisik adalah lingkungan fisik perusahaan tempat jasa diciptakan dan tempat penyedia jasa dan konsumen berinteraksi, ditambah unsur berwujud apa pun yang digunakan untuk mengkomunikasikan atau mendukung peranan jasa itu.

Bukti fisik dalam jasa dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu bukti penting (essential evidence) adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemberi jasa mengenai desain dan lay-out dari gedung, ruang dan lain-lain, dan bukti tambahan (peripheral evidence) dalah nilai tambah yang bila berdiri sendiri tidak akan berarti apa-apa, jadi hanya berfungsi sebagai pelengkap, tetapi berperan penting dalam proses produksi jasa.

Menurut Zeithaml & Bitner (2003), bukti fisik adalah dimana jasa disalurkan melalui interaksi dengan pelanggan dan dimana setiap komoditas yang memfasilitasi performa dan komunikasi jasa itu sendiri. Bukti fisik terbagi atas : 
a. Servicescape / wujud jasa nyata yang dapat mempengaruhi pelanggan:
1). Fasilitas eksterior (Desain eksterior, Penanda, Parkir, Pemandangan, Lingkungan sekitar).
2). Fasilitas interior ( Desain interior, Peralatan, Penanda, Layout, Susunan tata ruang, Kualitas udara / temperatur / suhu).
b. Other tangible / wujud nyata ( Kartu nama bisnis, Peralatan tulis, Tagihan, Laporan, Seragam pegawai, Penampilan pegawai, Brosur-brosur, Halaman web, Wujud jasa dalam bentuk virtual).

Indikator bukti fisik menurut Kartini (2014) yaitu:
a. Penataan lobby yang terkonsep apik
b. Fasilitas kamar bersih
c. Terdapat sajadah disetiap kamar

Menurut Noviana (2013) indikator bukti fisik yaitu desain interior yang menarik. Sedangkan menurut Widyaningrum (2015) indikator bukti fisik yaitu fasilitas tempat parker yang memadai.


7. Proses (Process)

Proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi konsumen high contact services, yang kerapkali juga berperan sebagai co-producer jasa bersangkutan. Dalam bisnis jasa, manajemen pemasaran dan manajemen operasi terkait erat dan sulit dibedakan dengan tegas (Tjiptono, 2014).

Menurut Lupiyoadi (2013), proses merupakan gabungan semua aktivitas, terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme, dan hal-hal rutin lainnya, di mana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen. Proses dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu kompleksitas dan keragaman. 

Sehubungan dengan dua cara tersebut, berikut ini adalah empat pilihan yang dapat dipilih oleh pemasar:
a. Mengurangi keragaman yaitu terjadi pengurangan biaya, peningkatan produktivitas dan kemudahan distribusi.
b. Meningkatkan keragaman yaitu memperbanyak kustomisasi dan fleksibilitas dalam produksi yang dapat mengakibatkan kenaikan harga.
c. Mengurangi kompleksitas yaitu cenderung lebih terspesialisasi.
d. Meningkatkan kompleksitas yaitu cenderung melakukan penetrasi pasar dengan cara menambah service yang diberikan.

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bainbridge (2003) bahwa terdapat tiga fase bagi seorang konsumen dalam melakukan pemesanan kamar secara online. Fase-fase tersebut adalah :
1. Pengumpulan informasi
a). Konsumen menentukan salah satu hotel yang ingin dipesan.
b). Konsumen memilih jenis kamar yang ada dihotel tersebut dan harga yang ditawarkan.

3. Proses check out
a). Memasukkan data diri tamu seperti nama, alamat, alamat email, dll.
b). Memasukkan cara pembayaran, seperti nomor dalam kartu kredit atau cara-cara pembayaran lainnya.
c). Memastikan pemesanan kamar.

Untuk indikator proses menurut Noviana (2013) yaitu:
a. Proses check in dan check out cepat
b. Proses reservasi mudah dan jelas
c. Proses pembayaran mudah

Menurut Devina, Priska & Andreani (2006) indikator proses yaitu proses pelayanan dari awal hingga akhir baik. Sedangkan indikator proses menurut Kartini (2014) yaitu pengolahan makanan dijamin kehalalannya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel